“...As far as I can tell, it doesn't make any difference to adults how
clever children are. They always stick together. Unless you are sick or
dying or mortally wounded, they will always side with the other adult...”
Topeng emas Tutankhamun |
Peradaban Mesir Kuno telah menjadi sumber misteri berabad-abad dengan level antusiasme nyaris konstan tidak hanya bagi para arkeolog. Tidak mengherankan, dalam beraneka novel fantasi dan mitologi, kebudayaan Mesir ini selalu diajak ikut serta. Bukan hal yang tak lazim kalau berbagai barang magis, sihir, dewa-dewi dari kebudayaan Mesir ini terlibat dalam berbagai dongeng, novel, fiksi historis, dan berbagai karya lainnya.
Arkeolog kenamaan, Howard Carter, sekitar tahun 1900an telah berhasil mengungkap keberadaan Firaun termuda, Tutankhamun. Penemuan besar Carter ini menandai era emas penjelajahan Lembah Raja-Raja, tempat kebudayaan Mesir Kuno yang terus menerus dieksplor. Kisah Howard Carter dan Tutankhamun ini lantas dimodifikasi dengan lihai oleh James Patterson dalam novel THE MURDER OF KING TUT, yang cukup menarik dan menimbulkan tanda tanya. Belakangan, saya teringat kembali akan kisah novel ini pasca membaca sebuah seri middle grade dengan judul besar THEODOSIA THROCKMORTON.
Theodosia adalah gadis berusia 11 tahun yang memiliki ketertarikan luar biasa terhadap benda-benda purbakala Mesir Kuno. Ayah Theo adalah Kurator Kepala di Museum Sejarah dan Benda-Benda Purbakala, sedangkan ibunya adalah arkeolog. Kombinasi super kece untuk petualangan menarik. Kisah Theo berlatar di Inggris pada tahun 1900-an dimana 'Demam Mesir Kuno' sedang terjadi. Theo menemukan kemampuan dirinya yang tidak biasa, yakni mendeteksi sihir dalam barang-barang antik Mesir Kuno.
Kemampuan Theo ini amat bermanfaat untuk mengenyahkan berbagai kutukan yang menempel pada berbagai barang temuan arkeologi Mesir Kuno yang hadir di museumnya. Theo amat cerdas, mirip Hermione Granger tapi versi lebih careless dan risk taker. Dengan berbagai benda sederhana, Theo mampu mengendalikan kutukan-kutukan yang berseliweran di antara barang-barang purbakala ini. Semacam 'gampang' dan simpel sekali. Namun, masalah mendatangi Theo seperti serombongan laron yang tertarik pada lampu.
THEODOSIA DAN PASUKAN ULAR PENGACAU, adalah buku pertama petualangan Theo yang menceritakan konfrontasi awal Theo dengan serombongan orang dewasa jahat yang tergabung dalam Pasukan Ular Pengacau. Berawal dari temuan ibu Theo, yakni sebuah artifak permata langka yang disebut Jantung Mesir, yang berusaha direbut oleh Pasukan Ular Pengacau ini. Jantung Mesir bukan sembarang benda antik. Artifak ini mampu membawa wabah dan bencana, bisa menimbulkan perang antar negara yang berbahaya. Theo ditemani Will, seorang bocah lelaki kumuh, berusaha menggagalkan aksi Pasukan Ular Pengacau, yang nantinya akan mengungkap adanya organisasi tandingan, yakni Persaudaraan Penjaga Kuno yang memiliki ikatan suci berabad-abad lamanya untuk mencegah kekacauan akibat benda-benda purbakala Mesir.
Buku pertama, edisi terjemahan oleh Ice Cube |
Petualangan Theo berlanjut di THEODOSIA DAN TONGKAT OSIRIS. Kali ini, sekelompok mumi jadi bangun dan berpindah ke museum tempat ayah Theo bernaung. Hal ini menimbulkan keresahan dan kecurigaan tindakan kriminal yang dituduhkan kepada sang ayah. Theo bersama adiknya, Henry, dan tentunya Will, berusaha mencari sumber masalah ini. Dan tentunya membersihkan nama baik sang ayah. Dan jelas, ada keterlibatan sihir yang kuat dalam kisah ini. Sihir dari salah satu dewa Mesir Kuno, Osiris. Theo juga terlibat dengan kelompok orang dewasa lain yang menyebut diri sebagai Ordo Matahari Hitam.
Buku kedua, edisi terjemahan oleh Ice Cube |
Masalah Theo jauh dari selesai. Dalam buku ketiga, THEODOSIA DAN MATA HORUS, level bahayanya meningkat. Kemunculan seorang pesulap misterius di daerah tempat tinggal Theo, disertai ditemukannya sebuah tablet zamrud, ternyata membawa masalah yang lebih serius. Dalam buku ketiga ini, kita akan mengerti takdir yang menimpa Theo, alasan dibalik kemampuannya dan akar dari segala masalah perMesir-an ini.
Buku ketiga, edisi terjemahan oleh Ice Cube |
Ditulis secara apik oleh RL.LaFevers, kisah Theodosia memang secara genre lebih menitikberatkan pada pembaca muda. Petualangan yang tidak ribet, penyelesaian masalah yang sederhana, plot twist yang cukup simpel, sejatinya memang ditujukan bagi penggemar novel fantasi usia anak dan remaja awal. Tidak menggebu-gebu penuh adrenalin, tapi elemen simbolis dan historisnya cukup menarik. Kepiawaian Theo menyelesaikan masalah, keterlibatan anak-anak lain, membuat kisah ini mengingatkan saya akan keseruan THE SPIDERWICK CHRONICLES karya Holly Black dan Tony Diterlizzi. Ilustrasi cantik dari Yoko Tanaka (ilustrator Magician'S Elephant-nya Kate diCamillo), mengisi lembaran kisah Theo dalam seri yang ternyata adalah tetralogi ini. Buku terakhir berjudul THE LAST PHARAOH semoga segera menyusul untuk diterbitkan.
Curhatan singkat ini merupakan fase penyegaran saya setelah begitu sering membaca novel-novel berat (meskipun genre nya secara umum tetap saja fantasi). Seri Theodosia adalah refreshment menarik dan membuat senang, apalagi dengan keterlibatan mitologi Mesir yang jelas-jelas saja selalu tidak habis untuk dieksplorasi. Diterjemahkan dengan rapi dan minim typo, saya amat mengapresiasi penerbit karena sudah memunculkan kisah seru ini. Yang jelas, petualangan Theodosia dapat menjadi pilihan bacaan pengenalan bagi anak usia sekolah dasar menuju menengah pertama. Sensasinya mirip kayak baca Goosebumps versi non horor. Jelas menghibur dan berkualitas. Daripada anak esde kerjanya wefie ummi-abi bareng pacar bau kencurnya. Miris banget kan. Mending dikasih buku bagus buat menumbuhkan minat baca. Kisah Theodosia ini salah satu rekomendasinya.
Well, selalu ada yang menarik dari kebudayaan Mesir Kuno. Entah itu muminya, piramid, atau berbagai artifak. Awas, kutukannya memang benar-benar ada (belajar dari Theodosia untuk berhati-hati). Jangan sampai kena tempel sama fosil scarab yang bikin badan jadi bau kayak kandang kerbau. ^^
“I have never been one for putting my faith in odds. I put my faith in higher things.”
- RL.LaFevers -
No comments:
Post a Comment