“...There are some times...when the love for people is strong and warm like a sorrow...”
Bulan Mei adalah bulan yang warnanya terlalu banyak. Saking banyaknya, otak dan hati cenderung tidak muat. Saya disuguhi beraneka sajian, mulai dari masalah sampai kebahagiaan. Ya khasnya manusia sih. Ingin sekali melarikan diri masuk buku, menghilang jauh dari keributan. Dan di suatu kesempatan, sebagai booknerd yang kangen sekali membaca, saya melonjak senang ketika dipersilakan memilih salah satu buku sebagai hadiah pengurangan jatah usia. TO A GOD UNKNOWN, edisi terjemahan dari Gramedia Pustaka, karya John Steinbeck memanggil saya sebagai pelarian kali ini.
Klasik? Berat? Yep, why not ?
Diterjemahkan dengan apik dan rapih dalam judul KEPADA ILAH YANG TIDAK DIKETAHUI, novel setebal 300an halaman karya Steinbeck tahun 1933 ini memuat kisah kehidupan keluarga Amerika di pertanian subur Old Lady yang memanjang luas ratusan hektar. Pemimpin pertanian, Joseph Wayne adalah pria pekerja keras yang mengabdikan segala-galanya demi kemakmuran pertanian. Joseph mencintai tanah yang ditanaminya. Terlebih lagi, dia mencintai sebatang pohon besar di tengah pertanian. Pohon tua yang Joseph anggap adalah perwujudan dari roh mendiang sang ayah yang berpulang tak lama setelah Joseph merantau.
Pertanian yang subur membuat Joseph berbahagia. Joseph lalu mengajak ketiga saudaranya untuk ikut mengembangkan pertanian dan berkeluarga di sana. Thomas, Burton, dan si bungsu Benjamin, hadir di pertanian. Bersama-sama mereka bekerja keras dan mengabdikan diri. Semua terlihat damai dan menyenangkan.
Namun, Burton yang religius dan amat taat merasakan keganjilan pada Joseph yang amat memuliakan si pohon tua dengan memberikan sesajian. Burton menuduh Joseph bersekutu dengan iblis-iblis pagan. Joseph hanya menjawab dengan senyuman. Thomas tidak berkomentar, hanya rajin bekerja keras secara otomatis. Sedangkan Benjamin, sibuk dalam dunianya sendiri yang timbul tenggelam dalam kecanduan minuman keras.
Kemudian badai kesulitan yang diawali dengan kematian Benjamin dalam musibah tragis hadir di pertanian keluarga Wayne. Pohon tua kesayangan Joseph meranggas karena diracun. Lalu kemarau panjang hadir membunuh seisi pertanian tanpa ampun.
Edisi terjemahan oleh Gramedia Pustaka Utama |
Joseph memanjatkan doa-doa dalam kemarau. Kepada dewa-dewi entah siapa. Kepada tanah pertanian itu sendiri. Kepada awan mendung yang tak kunjung hadir. Kematian dan perpisahan mendatangi tanpa bisa dihindari, memukul jiwa Joseph semakin dalam. Hingga akhirnya Joseph bertahan sendiri di pertanian. Merasa gagal, merasa bertanggung jawab atas bencana yang memukul alam. Akankah hujan hadir membawa penghapusan dosa dan kebajikan?
TO A GOD UNKNOWN adalah jenis bacaan filosofis yang mungkin tidak dapat dinikmati semua kalangan. Namun, seperti halnya novel klasik lain, ada hal yang menjerat dalam penuturan kisahnya. Deskripsi dalam narasi Steinbeck membawa saya pindah ke lahan pertanian Wayne. Merasakan embun di ujung kaki, bahkan bebauan rumput basah. Aspek budaya juga selalu diselipkan dengan tidak memaksa. Kaum Indian yang menjadi minoritas di tanah leluhurnya sendiri. Kaum Meksiko yang memiliki kesetiakawanan nyaris tak tertandingi. Bagaimana interaksi anak manusia digambarkan dalam emosi-emosi sederhana tidak dibuat-buat. Dalam, tanpa perlu banyak kata.
TO A GOD UNKNOWN memiliki akhir kisah sendu seperti halnya kisah-kisah karya Steinbeck yang lain (saya baru baca OF MICE AND MEN, TORTILLA FLAT, dan CANNERY ROW). Khas klasik, tidak ada adrenalin menggebu-gebu atau happy ending ala dongeng Hans Christian Andersen. Namun, 'rasa' kisahnya melekat. Siklus kehidupan, kelahiran, kematian, kebahagiaan, air mata, rasa sakit, dan kegersangan jiwa dalam wujud tanah pertanian yang dilanda kemarau. Kepada Tuhan yang mana doa-doa dipanjatkan, dengan cara seperti apa, akankah terkabul?
Apresiasi bagi penerjemah dan editor edisi ini, plus desain sampul yang cakep. Dan tentunya terima kasih untuk yang telah menghadiahkan buku ini, it's a pleasure reading time. ^^
Bacaan menarik di penghujung bulan yang amat pelik.
PS: yuk nyicip klasik.
“...Life cannot be cut off quickly. One cannot be dead until the things he
changed are dead. His effect is the only evidence of his life. While
there remains even a plaintive memory, a person cannot be cut off, dead. It’s a long slow process for a human to die. We kill a
cow, and it is dead as soon as the meat is eaten, but a man’s life dies
as a commotion in a still pool dies, in little waves, spreading and
growing back toward stillness...”
- John Steinbeck -
No comments:
Post a Comment