“...Fifteen minutes. Then I would end Nero, or he would end me...”
- Lester Papadopoulos -
Art by cookiecreation
The two-headed snake dude boards on the train with me.
Membaca buku terakhir dari suatu seri panjang (buku kelima tepatnya) adalah suatu pengalaman mendebarkan tersendiri. Ekspektasi mau tak mau menghantui. Apa yang akan menghadang kita di akhir perjalanan panjang ini?
THE TOWER OF NERO adalah buku terakhir dari THE TRIALS OF APOLLO, seri anyar bikinan om Rick Riordan yang mengisahkan kerepotan si dewa matahari, Apollo, ketika dia harus dilempar ke dunia dalam wujud manusia fana bernama Lester Papadopoulos. Si Lester mesti mengabdi pada majikan demigodnya, Meg McCaffrey, anak dewi Demeter dan tentunya harus berhadapan dengan aneka misi maut menyenangkan (detailnya di sini dan di situ).
Pembaca setia tentu tidak akan melupakan kepedihan yang ga abis-abis sejak buku ketiganya, THE BURNING MAZE hadir, bikin hati sakit banget ye kan. THE TYRANT'S TOMB juga nggak lebih baik. Lester/Apollo makin lama makin sebel sama kepedihan ini. Gak tertahankan. Yah, kita pembaca juga ngerasa gitu.
THE TOWER OF NERO melanjutkan pertarungan final Lester versus Nero sebelum berhadapan dengan si Phyton yang menyandera Delphi. Lester dan Meg babak belur, nyaris diculik anak buah Nero, diselamatkan sama seorang emak-emak lejen bernama Luguselwa, lalu mencari suaka aman di satu-satunya tempat yang Apollo ga pengen nyusahin lagi tapi terpaksa, yakni kediaman Percy Jackson.
Nah, di sini mulai deh momen-momen hangat mengharukan muncul. Percy ga di rumah, udah cabs mau kuliah sama Annabeth. Lester dkk ketemu mama papa n adeknya Percy. Keluarga mortal biasa ini sungguh adorable. Namun, tak berlama-lama, Lester mesti cabs dan balik ke tempat awal kita semua memulai petualangan panjang ini, Camp Half-Blood.
Sampai di sini, haru dan hangatnya ga abis-abis. Lester ketemu sama sodaranya, pak D, alias Dionysius sang dewa Anggur yang jadi konselor perkemahan sejak entah kapan. Di sini, kita jadinya dibawa bersimpati sama Pak D, meskipun beliau tetap nyebelin. Lebih baik lagi, akhirnya kita ketemu sama Nico diAngelo dan William Andrew Solace, dua orang demigod senior di perkemahan yang gemesin banget elah.
Kepingan-kepingan ramalan muncul, misi dilanjutkan. Kali ini Lester, Meg, Nico, dan Will mesti singgah ke tempat Rachel Elizabeth Dare, untuk menuntaskan entah apa yang ada di depan. Menghadapi Nero di menaranya sendiri dan Lester mesti satu lawan satu dengan si ular Phyton.
THE TOWER OF NERO bukanlah suatu kisah yang menonjolkan ke-epik-an dari penutup petualangan panjang seperti biasanya. Kalau menilai dari pertarungan dan keributan, nggak epik-epik amat dibandingkan ending seri-seri sebelumnya. Namun, perjalanan terakhir Apollo dalam wujud manusia fana ini sangaaaaat hangat dan mengharukan. Apollo belajar manusiawi, dan harga yang harus dibayarnya cukup mahal. Saya berkali-kali meneteskan air mata meskipun tetap aja ketawa karena lelucon begonya.
Novel ini menyentuh perasaan dan kenangan bagi semua pembaca seri Percy Jackson yang sudah membersamai perjalanan panjang ini sejak PERCY JACKSON AND THE LIGHTNING THIEF hadir hampir 15 tahun lalu. Semua tokoh utama yang kita kenal hadir, memberikan penutupan kisah panjang yang cukup realistis dan mengandung bawang. Bagi saya, novel ini adalah semacam hadiah perpisahan terhadap cerita dan karakter-karakter yang kita sayangi, kita dukung sepenuh hati, dan kita ributkan sejak fandom ini berdiri. Masing-masing karakter yang kita rindukan ini mendapatkan kedamaian mereka sendiri, meskipun masa depan yang rawan masih menjelang.
Seperti matahari yang selalu kembali setiap hari, Apollo memegang janjinya untuk peduli, berusaha mengerti, dan selalu ada bila dibutuhkan. Perjalanan Apollo ini memberikan perspektif bagi dirinya sendiri, mengenai apa yang berharga dalam kehidupan dewatanya dan kehidupan manusia fana yang ia cicipi. Apollo learns his lesson, and yeah, he remembers.
THE TOWER OF NERO menjadi bacaan yang menghangatkan saya sepanjang akhir pekan. Saya tentunya masih tidak ikhlas berpisah dengan semua kesayangan ini, termasuk tokoh-tokoh baru yang muncul. Namun, saya pasrah pada keputusan om Rick bila ingin menjelajahi semesta lain. Dan saya tentunya tidak akan menolak bila ada spin off atau apa. Membayangkannya aja udah nyengir duluan.
Pengalaman membaca adalah hal yang personal. Perjalanan bersama Apollo/Lester mengingatkan kembali saya betapa bahagianya bergabung dalam fandom ini. Rombongan pekemah di Camp Half-Blood, rombongan pejuang di Camp Jupiter, para Dewa-Dewi Yunani dan Romawi, bahkan para makhluk gaib, sampai manusia biasa yang terlibat, semuanya meninggalkan kesan. Saya tentunya akan menjadikan memori membaca ini sebagai hal yang selalu setia jadi topik diskusi novel fantasi yang akan saya rekomendasikan dengan kekuatan penuh. Sebagai Demigod di bawah naungan Mars (yep, saya ternyata sodaraan sama Frank Zhang), saya akan tetap meributkan fandom ini bagi semua yang ingin rekomendasi.
Dan seperti Apollo bilang: "The sun always comes back"
Sungguh pengalaman membaca yang tidak terlupakan, hangat, mengharukan, dan membutuhkan pelukan.
“..So, dear reader, we have come to the end of my trials. You have followed me through five volumes of adventures and six months of pain and suffering. By my reckoning, you have read two hundred and ten of my haiku. Like Meg, you surely deserve a reward. What would you accept? I am fresh out of unicorns. However, anytime you take aim and prepare to fire your best shot, anytime you seek to put your emotions into a song or poem, know that I am smiling on you. We are friends now. Call on me. I will be there for you...”
- Apollo, the Sun God -
Bye guys, I know you all gonna miss me |
No comments:
Post a Comment