“...Tell me that and we’ll go. Right now. Save ourselves and leave this place to burn. Tell me that’s how you want your story to go and we’ll write it straight across the sand...”
- Alwyn Hamilton -
Kisah-kisah berbau Arabian Nights sepertinya memang masih mampu menjadi story material yang menarik bagi pembaca novel fantasi. Sebut saja dwilogi THE WRATH AND THE DAWN bikinan Renee Ahdieh yang bikin klepek klepek itu. Namun kali ini saya akan mencurhatkan tentang buku terakhir dari trilogi REBEL OF THE SANDS bikinan Alwyn Hamilton. Tidak ada edisi terjemahannya, mohon maaf. Buku ketiga ini berjudul HERO AT THE FALL, pamungkas dari dua buku sebelumnya berjudul REBEL OF THE SANDS (di sini ada curhatannya) dan TRAITOR TO THE THRONE (cek sini)
Kesimpulan saya...indah namun sedih. Seperti biasa, selalu ada konsekuensi dalam peperangan. Selalu ada korban. HERO AT THE FALL ini mengusung pertaruhan terakhir antara pihak pemberontak dengan kesultanan Miraji yang melakukan segala daya dan upaya untuk mempertahankan kekuasaan. Tokoh utama kita, Amani, si gadis setengah jin (Demdji), mati-matian berusaha membebaskan tawanan sang Sultan, yakni Pangeran Ahmed dan kroninya, yang merupakan ujung tombak dari pemberontakan ini.
Yang menarik bagi saya adalah elemen magis dalam kisah ini. Keterlibatan entitas gaib yang kita kenal sebagai jin, tidak berarti situasi akan selalu jadi lebih mudah. Jin digambarkan sebagai entitas mahadaya yang licik dan licin serta tidak memihak. Mereka juga punya peraturan sendiri. Dan Amani harus berurusan dengan hal ini sembari memikirkan waktu yang tidak lagi tersisa banyak.
Elemen-elemen steampunk juga hadir dalam kisah ini. Penyatuan teknologi dan kemampuan magis, keterbatasan kemampuan para Demdji, serta pengorbanan banyak orang dalam kisah ini, menjadikan HERO AT THE FALL (mestinya HEROES sih ya) mesti dibaca dalam sekali kesempatan. Keindahan dan kepedihannya cukup terasa, meskipun beberapa bagian terasa penuh dan cepat. Elemen subplot juga lumayan, berkaitan dengan legenda kesultanan, mitos-mitos, dan keepikan kisah masa lalu yang bisa dieksplor lebih luas. Hamilton bertahan untuk tidak bertele-tele, membiarkan pembaca merangkai sendiri dalam sekitar 500 halaman bukunya.
Amani mampu mengendalikan pasir. Sementara itu kesultanan Miraji terkurung api gaib arahan sang Sultan. Demdji lain yang terlibat pemberontakan juga harus berkorban tidak sedikit dalam peperangan ini. Dan akhirnya, Amani berhadapan langsung dengan sang Ayah, jin penguasa padang pasir. Kesalahan ribuan tahun yang dilakukan oleh jin dan manusia ternyata memiliki konsekuensi yang berat bagi kedua pihak, dan disinilah kesimpulan kisah ini akan dipaparkan.
Cakep kan ya, terbitan Faber & Faber |
Ada romansanya? Ada dong, namanya juga young adult. Namun cukup tidak bikin saya mual. Fokus mitos dan legenda yang dibangun mbak Hamilton sudah lebih menarik dengan bumbu romansa yang tidak memaksa. Sejatinya, tirani itu akan selalu ada. Baik dalam makhluk fana macam manusia atau bahkan jin yang punya kekuatan lebih. Kesedihan dan kelegaan mengakhiri perjalanan saya dalam menuntaskan trilogi ini. Sungguh bacaan yang menyegarkan di awal tahun yang curiga akan penuh tantangan (caila, serius amat).
Tertarik? Cari aja di toko buku impor. Belinya online sih saya. Karena di offline kayaknya nggak ada. Atau boleh mau gambling tunggu BIG BAD WOLF Februari-Maret ini (wooo spekulasi).
"...Once there was a boy from the sea who fell in love with a girl from the desert.
But he wondered if a boy from the sea and a girl from the desert could ever survive together. He feared that she might burn him alive or that he might drown her. Until finally he stopped fighting it and set himself on fire for her..."
- the old Miraji legends -
No comments:
Post a Comment