"... maybe there aren't any such things as good friends or bad
friends - maybe there are just friends, people who stand by you when
you're hurt and who help you feel not so lonely... maybe they're always
worth being scared for, hoping for, and living for... maybe worth dying
for, too, if that's what has to be... no good friends, no bad friends...
only people you want, need to be with, people who build their houses in
your heart..."
- Eddie Kaspbrak -
Di penghujung tahun 2017 saya berhasil menyelesaikan membaca novel anyar bikinan oom Stephen King dengan judul IT. Keputusan membaca novel ini didasari oleh rasa penasaran paska nonton film adaptasinya IT CHAPTER ONE (2017) yang saya awalnya tak ingin nonton karena tak cukup punya nyali. Setelah dihajar habis-habisan oleh novel edisi pocket book setebal 1376 halaman itu yang bikin nangis gagal move on, saya memutuskan untuk menonton IT CHAPTER TWO nanti bila sudah rilis.
IT CHAPTER TWO (2019) hadir beberapa hari lalu di Indonesia. Film berdurasi 2 jam 48 menit ini berusaha mengemas akhir kisah petualangan The Loser's Club yang kembali ke Derry, Maine, 27 tahun paska insiden di bagian pertama. Para bocah yang udah dewasa ini 'dipanggil kembali' untuk mengkonfrontasi Pennywise dalam laga final penuh darah dan air mata.
Sampai sini sila berhenti bila tak ingin kena spoiler.
Mike Hanlon (Isaiah Mustafa) bertahan di Derry sebagai pustakawan sukses yang tanpa lelah memantau kondisi kota. Suatu ketika, insiden yang melibatkan tewasnya seorang pemuda di jembatan secara janggal dan termutilasi meyakinkan Mike bahwa si badut lejen balik lagi dan 'kangen' sama mereka. Mike lalu mulai menelepon para member Loser's Club yang terpencar jauh dari Derry. Bill Denbrough (James McAvoy), Ben Hanscom (Jay Ryan), Stan Uris (Andy Bean), Richie Tozier (Bill Hader), Eddie Kaspbrak (James Ransone), dan Beverly Marsh (Jessica Chastain). Para orang dewasa ini sukses dengan kehidupan masing-masing secara materi, namun mereka kehilangan ingatan akan peristiwa yang mengikat mereka secara mendalam di Derry 27 tahun silam.
Stan memutuskan untuk mengakhiri hidup karena tidak sanggup menghadapi lagi kenyataan menakutkan yang akan menantinya di Derry. Sementara itu, Bill, Richie, Eddie, Bev, dan Ben kembali. Dinantikan oleh Mike di sebuah restoran China, geng ini bertemu dan bernostalgia. Lambat laun ingatan mereka mulai muncul perlahan dan kengerian pun dimulai. Mau tidak mau mereka harus berhadapan dengan ketakutan terbesar masing-masing untuk mengalahkan Pennywise.
Adult Loser's Club |
Saya cukup terpuaskan dengan eksekusi film ini secara keseluruhan. 80-85% kepatuhan terhadap kisah dalam bukunya dapat ditoleransi dengan cukup baik karena Andy Muschietti sang sutradaranya gak maksa untuk memasukkan semua elemen dalam novel yang sangat huge dan mind-blowing. Muschietti mengambil aspek horor dan pesan persahabatan yang kuat dalam perjalanan coming of age sekelompok anak bermasalah yang terpinggirkan dalam kasta sosial. Pesan moral dalam film membuat penonton merasakan hawa hangat dan sedih yang bersamaan. Durasi yang cukup panjang tidak jadi masalah, apalagi jumpscare-nya yang asem banget.
Hal lain yang saya apresiasi adalah pemilihan aktor pemeran dewasa dari Loser's Club. Bukan hanya soal kontur wajah, tetapi para aktor dewasa ini mampu memunculkan karakter yang sama dari Loser's Club versi aktor remajanya. Ditengarai bahwa aktor remaja dalam IT memiliki hubungan yang baik dengan aktor dewasanya. Jaeden Weasley (Bill), Sophia Lillis (Bev), Finn Wolfhard (Richie), Wyatt Oleff (Stan), Jeremy Ray Taylor (Ben), Jack Dylan-Gazer (Eddie), dan Chosen Jacobs (Mike) sering bertatap muka dengan aktor yang memerankan versi dewasa mereka. Bahkan diketahui bahwa Bill Hader direkomendasikan secara personal oleh Finn sebagai pemeran Richie.
versi abegenya Loser's Club |
Apresiasi tentunya tidak luput diberikan kepada pemeran Pennywise, yang aslinya ganteng kebangetan, Bill Skarsgard. Ekspresi kejam kekanak-kanakan dan kengerian setiap kemunculannya membuat saya bergidik. Jago bener ini orang menghadirkan mimpi buruk dalam sosok badut horor yang membekas. Jadi agak gimana gitu kalau liat balon warna merah dan sosok badut akhir-akhir ini.
Nih Bill Skarsgard, ganteng coy |
Kalau ngomongin kekurangan film ini sih, mungkin pada aspek kesulitan merangkum latar belakang kehidupan dewasa masing-masing member Loser's Club dan konflik yang mereka hadapi. Durasi sih ya. Ditambah lagi kembalinya Henry Bowers (Teach Grant) yang cukup epik terasa begitu singkat. Kegilaan Henry dewasa tetap mampu mewakili kekacauan masa mudanya yang diperankan dengan baik oleh Nicholas Hamilton. Namun itulah salah satu bias yang tidak bisa dihilangkan karena saya udah baca bukunya. Mau tidak mau akan otomatis membandingkan, dan di buku bagiannya si Henry ini sangat greget sekali. Juga peran Audra-istri Bill, dan Tom-suami Bev, yang lebih jauh dan penting di bukunya, tetapi tidak mampu dieksekusi lebih lanjut dalam adaptasi film. Saya tidak akan membahas lebih lanjut komparasi side to side buku versus filmya. Kapan-kapan aja kalau ada kesempatan ghibah IT di dunia nyata.
IT CHAPTER TWO cukup sukses merangkum dan menutup kisah perjalanan kehidupan tujuh orang anak pinggiran dalam menghadapi ketakutan dan kengerian trauma masa lalu. Bahkan ada selipan humor yang gak maksa dan bisa meredakan ketegangan. Secara keseluruhan, film ini layak tonton dan mampu memberikan pesan moral yang oke. Nggak sekadar nakut-nakutin tanpa tujuan. Saya pun tetap bisa meneteskan air mata gegara adegan final yang menguras emosi, apalagi kehilangan salah satu tokoh yang berkesan. Kita akan dibuat menyayangi para anggota Loser's club ini, bukan hanya karena latar belakang mereka, tetapi lebih karena ada potongan-potongan diri kita yang terwakili oleh tujuh orang ini. Entah itu potongan karakter, atau potongan trauma yang meskipun bentuknya berbeda, tapi punya rasa yang sama.
So, recommended?
Yap, silakan nonton. Masih hangat dan kita di Indonesia dapat rejeki duluan 2 hari dibanding jadwal rilis internasional. Ga usah minum dulu sebelum nonton, durasinya lama, sayang ditinggal kalau muncul hasrat pingin ke toilet. Selain itu ya harus bijak. Ini pilem dewasa. Kontennya gelap, visualnya jijik, dan bikin ngos-ngosan. Untungnya saya ga nonton sendirian (terima kasih banget untuk mas mas sibuk yang udah mau nonton ini bareng), karena saya yakin nyali saya cetek. Tetapi saya senang sudah memberanikan diri. Sangat worth it. Dan tentunya, sekian jempol buat oom King (yang muncul juga di pilem ini bikin histeris). Saya ikhlas jadi bucinnya. Tampaknya blog ini pun banyakan isinya curhatan buku-buku beliau. Yasudah lah ya.
Well, selamat menonton.^^
“...Hug and kiss whoever helped get you - financially, mentally, morally,
emotionally - to this day. Parents, mentors, friends, teachers. If
you're too uptight to do that, at least do the old handshake thing, but I
recommend a hug and a kiss. Don't let the sun go down without saying
thank you to someone, and without admitting to yourself that absolutely
no one gets this far alone...”
- Stephen King -
No comments:
Post a Comment