“...Life was a wheel, its only job was to turn, and it always came back to where it started...”
- Stephen King -
Hello, Danny |
Tahun lalu, tepatnya bulan Juni 2018, saya memberikan skor lima bintang sempurna di akun gudrids untuk novel anyar bikinan om King berjudul DOCTOR SLEEP (curhatannya di sini). Novel yang terbit tahun 2013 ini adalah lanjutan dari THE SHINING (di sini ada juga ghibahannya), yang rilis tahun 1977. DOCTOR SLEEP sangat memuaskan saya sebagai kisah konklusi perjalanan kehidupan supranatural traumatik dari keluarga besar Torrance yang berpusat pada Daniel Anthony Torrance alias Danny.
Kemudian, menyusul kesuksesan berbagai film adaptasinya om King tahun 2019 ini, DOCTOR SLEEP hadir di layar lebar. Rilis di Indonesia tanggal 06 November 2019, dan internasional tanggal 08 November 2019. Saya sudah membulatkan tekad akan menonton meskipun saya ga berani nonton THE SHINING-nya Stanley Kubrick nan lejen itu (1980). Jadi, ditemani Jun, saya melipir ke bioskop setempat paska berkutat dengan drama akademisi mahasiswi semester ujung.
Sampai sini boleh skip kalau ga ingin dikasih spoiler.
DOCTOR SLEEP yang disutradarai oleh Mike Flannagan mendapat restu dari si om dan tidak dinyinyirin beliau seperti THE SHINING (si om empet bener keknya). Menyusul kesuksesan PET SEMATARY (Maret 2019), IT CHAPTER TWO (September 2019), dan IN THE TALL GRASS (Oktober 2019), DOCTOR SLEEP tampil memuaskan pemirsa layar lebar. Mengapa saya bilang demikian?
Danny Torrance terpuruk dalam kecanduan alkohol dan kekerasan yang membuat dia menjadi mirip seperti sang ayah, mendiang Jack Torrance. Paska meninggalnya sang ibu, Wendy Torrance, dan berpulangnya sang mentor, Dick Halloran, Danny semakin terpuruk dalam kehidupan alkoholik luntang lantung yang dia jadikan pelarian dari kekuatan supranatural 'shining' nya yang masih ada. Sekadar catatan, di bukunya, Dick Halloran terluka parah tapi tidak tewas, dan tetap menjadi mentor Danny selama bertahun-tahun sampai ajal menjelang.
Namun, meskipun usaha Danny menolak takdir, sang takdir muncul dalam sosok gadis cilik bernama Abra Stone, pemilik kekuatan 'shining' yang super besar. Abra ini adalah bocah Gryffindor heroik emosian pantang kalah pembela kebenaran yang mendapatkan kilas mengerikan tentang suatu komunitas gelap bernama THE TRUE KNOT yang menyiksa anak-anak dengan kemampuan shining dan 'memangsa' kekuatan tersebut untuk bertahan hidup panjang dan tetap mendekati kemudaan. Dipimpin perempuan cantik bernama Rose the Hat, grup ini berpindah-pindah dan mencari korban. Abra tanpa sengaja mendeteksi ini, dan dia meminta bantuan Danny.
Dan sang murid pun menjadi guru.
Uncle Dan and Abra |
Rose berhasil mengendus Abra, menjadikan gadis ini dalam bahaya. Abra dengan kekuatan shining yang besar dapat menjadi sumber energi keabadian The True Knot selama bertahun-tahun. Danny yang menolak takdir pada awalnya, akhirnya berjuang bahu membahu bersama sahabat barunya, Billy Freeman untuk menyelamatkan Abra dan menghentikan The True Knot di tempat trauma Danny dimulai, hotel The Overlook.
Film berdurasi 2 jam 31 menit ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan terutama di ending dibandingkan novelnya. Dalam film, Abra bersama Danny benar-benar berada di The Overlook, sedangkan kalau di buku, hanya 'kesadaran' Abra yang berada bersama Danny dalam pertarungan final melawan Rose the Hat. Di buku, kisah ini juga berakhir manis dengan kehadiran arwah Jack Torrance yang membantu Danny sekaligus meminta maaf atas semua kesalahannya, namun di film hal ini tidak muncul. Danny juga tidak tewas di buku, malah dia selanjutnya menjadi Uncle Dan, mentor tetap Abra. Di film, Danny terkesan tewas dalam The Overlook yang terbakar. Perbedaan waktu juga ada dalam film ini. Finalitas buku adalah tahun 2013, tepat 36 tahun setelah peristiwa THE SHINING di tahun 1977, sedangkan di film, tahun 2019 menjadi ultimate showdown. Proses penerimaan dan overcome trauma dari Danny juga tidak dibuat seemosional di buku yang bikin saya narik napas panjang berkali-kali.
Terlepas dari perbedaan buku dan film, saya mengapresiasi film ini dengan sungguh-sungguh. Hawa horornya mengungkung dan bikin greget. Kekejian The True Knot itu ampun-ampunan banget. Ga baik bagi mental ngeliatnya, dan herannya masi ada aja orang ga waras yang bawa anak kecil nonton beginian. DOCTOR SLEEP menyuguhkan visualisasi plus skoring yang apik dalam terjemahan bentuk lain horor supranatural dari bukunya om King. Akting om Ewan McGregor sebagai Danny dan Rebecca Fergusson sebagai Rose the Hat emang sesuai. Namun poin apresiasi terutama saya berikan kepada Kyleigh Curran yang menampilkan Abra dalam bentuk bad ass versi layar lebar yang bikin greget dan puas. Good job, Dek.
Rose the Hat, syantik ya |
Kekurangan film ini adalah durasi yang cukup panjang dengan warna yang kadang cerah kadang suram bisa bikin ngantuk bagi yang ga sabar. Tetapi menurut saya, DOCTOR SLEEP memenangkan penikmat film untuk adaptasi novel om King tahun ini dari segi kualitas artistik film dan atmosfir horor yang dibangun. Kaitannya dengan THE SHINING pun memang pas, Flannagan membuat ulang adegan-adegan memorable dalam film pendahulunya, tidak memotong langsung literally dari punyanya Kubrick. Effort-nya luar biasa.
Pertanyaan selanjutnya: mengapa Abra menghubungi Danny? Jika pemilik kekuatan 'shining' ini tidak satu orang saja dan tersebar di seantero negeri, mengapa Danny yang dipilih Abra?
Karena Danny Torrance memang punya hubungan darah dengan Abra Stone.
Hubungan seperti apa?
Silakan baca bukunya, 531 halaman. Penuh keseruan dan kumpulan kata yang quotable. Akan tetapi, belum tau bakal diterjemahkan atau tidak.
Ada kaitannya dengan DARK TOWER SERIES? Ada dong....gitu sih...There are other worlds than these (katanya Dick Halloran).
Sementara itu, ayo nonton pilemnya. Baru banget nongol. Anjuran sih nonton THE SHINING dulu ya (sendirinya ga nonton), biar lebih paham.
Overall, it's 9/10.
“...He had live long enough to know there was a little scumbag in everyone,
but it didn’t help much when you had to take out the trash...”
No comments:
Post a Comment