November 18, 2016

Dibalik Hati Perempuan : Curhatan Perbukuan dengan Tokoh Wanita Kesepian

Halo, kembali lagi bersama saya yang sok sibuk.
Kembali menulis curhatan random tentang buku-buku yang dibaca di bulan ini, yang nyatanya cukup mengusik pikiran dan perlu ditulis kemudian (ini semacam alasan supaya blog ini ada isinya gitu).
Sebenarnya saya masih dalam era kemalasan membaca, fluktuatif bangetlah. Tetapi, karena sudah dikasih buku gratis oleh Mommy Selvi (Ratu Kucing yang doyan nyodorin saya buku-buku bagus), daripada dicakar akhirnya saya membaca buku pemberian beliau dengan seksama.

foto dicomot dari gugel, semacam batu bekas pemenggalan di Islandia
Gambarnya jauh amat, yah ini karena buku yang saya baca ini berlokasi di Islandia, tahun 1800an. Berjudul BURIAL RITES (Ritus-Ritus Pemakaman), ditulis oleh Hannah Kent. Buku ini direkomendasikan oleh Mommy, PapaGent, NekRifda, dan MasPuji, dimana menurut mereka ceritanya begitu dalam dan bikin hampa. Lalu setelah membacanya apakah saya merasakan hal yang sama ?

Ini cover versi Indonesianya, oleh GPU

Jawabannya : banget. Setelah menyelesaikan buku ini, saya tersudut dalam kegelapan, sepi dan sendu. Memang sih saya suka lebai, cuma kenyataannya memang demikian. Buku ini bercerita tentang seorang wanita bernama Agnes Magnusdottir yang akan menjalani hukuman mati karena pembunuhan terhadap Natan Ketilsson (seorang tabib). Cerita jadi menarik karena si Agnes mesti menjalani masa menunggu hukuman mati di rumah suatu keluarga pemilik pertanian di Kornsa, didampingi seorang pendeta muda bernama Toti (panggilannya ini). Perlahan, kebenaran mulai terkuak dari Agnes, apa dan bagaimana kronologi peristiwa tragis itu, hingga menyelami jalan kehidupannya yang sepi dan menyedihkan. Agnes begitu cerdas, rajin, dan cekatan. Fakta yang sulit diterima khalayak di masa itu, karena Agnes hanyalah seorang perempuan. Perempuan sebatang kara yang ditinggalkan tanpa secuil pun bentuk perlindungan.


Entahlah ya, kehampaan yang dituturkan begitu indah dalam buku ini bikin saya tercenung-cenung sendiri. Sebagai wanita masa kini, saya amat bersyukur dengan segala hak dan kebebasan yang saya peroleh. Sementara Agnes tidak demikian, hingga ketulusan dan ketetapan hatinya pun jatuh untuk orang yang salah. Sungguh menyakitkan dan begitu dalam.


Hannah Kent begitu keren nulisnya, riset yang amat baik dan terperinci. Kita seolah dibawa kembali ke kepedihan masa lalu, dinginnya Islandia, dengan segala rincian latar dan plotnya. Berasal dari kisah nyata, herannya tidak membuat bosan. Apalagi bagi saya yang boleh dikata jarang sekali baca buku bergenre historical fiction. Saya terpuaskan dengan cara yang aneh, kehampaan itu menular, membuat saya berpikir keras, sehingga wajar saja buku ini jadi amat menarik dengan ganjil.


Kita tinggalkan Agnes sejenak, melipir ke perempuan tangguh lain, Kelsea Glynn, Ratu Tearling. Saya juga baru menyelesaikan bukunya sebelum BURIAL RITES. Buku kedua, tepatnya. THE INVASION OF TEARLING, yang sudah saya timbun sebulanan lebih karna banyak distraksi lain. Lanjutan dari THE QUEEN OF TEARLING ini ditulis oleh Erika Johansen, penulis wanita baru (lagi), yang saya rasa cukup sukses menggambarkan kekuatan perempuan sebagaimana mestinya.

Ini cover Indonesianya, dari Mizan Fantasi (colek mamahnya Nafi, sang editor)
Dalam buku ini, kesulitan Ratu Kelsea semakin banyak. Setelah kembali memperoleh tahta Tearling, Kelsea harus menghadapi serangan dari kerajaan Mortmesne yang dipimpin oleh Ratu Merah. Tearling adalah kerajaan miskin di ambang kehancuran, posisi begitu rawan, dan nyaris tak punya daya dan upaya. Di lain sisi, sesuatu yang lebih gelap mengancam, membalikkan kenyataan, menambah kusut situasi. Ditambah dengan kegalauan sang Ratu Tearling sendiri. Sungguh, di umur semuda itu, mungkin saya masih sibuk fangirling-an Harry Potter (sampai kini masih sih), nggak perlu mikirin kerajaan, mikirin rakyat kelaparan, pengungsi, ancaman, dan segala urusan hati. Namun Kelsea menjalaninya, dalam kesendirian dan kesepian. Menanggung semua yang di luar kesanggupannya demi seluruh rakyat dalam tanggung jawabnya.


Saya akui, tokoh heroine memang sedang hits dalam perbukuan masa kini. Nggak ada lagi rombongan cewek menye-menye cekikikan baperan ga penting, yang ada justru muncul tokoh-tokoh wanita super setrong yang berjuang memperbaiki keadaan. Kelsea Glynn ini salah satu contohnya. Sayang sekali, saya mesti menunggu lanjutan ceritanya yang diperkirakan baru nongol tahun depan.


Jadi, apakah Agnes dan Kelsea memberikan saya pelajaran ?
Mungkin, saya juga suka ga paham sama diri sendiri (khas wanita). Tetapi setidaknya, saya mulai memilih apa yang mesti diperjuangkan dan apa yang mesti ditinggalkan (eh buset serius..hahahah).
Yasudah, sampai jumpa di curhatan lainnya. Saya mungkin bakal baca buku yang tokoh utamanya cowok lagi, biar agak seger, wkwkwk (ganjen). Sekian.

"...sampai momen itu tiba, kemudian kita menyadari bahwa yang dibutuhkan dari keberanian sejati sangat berbeda dari yang kita bayangkan..."
(THE INVASION OF THE TEARLING p-370)

2 comments:

  1. *merasa tercolek

    Terima kasih sudah membaca dan mengapresiasi The Invasion of The Tearling :)

    ReplyDelete
  2. Sama sama mbak dy..ditunggu fate of tearling...*padahal aslinya blom terbit pun

    ReplyDelete

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...