“...There is a fine line between freedom and permission. The former is
necessary. The latter is dangerous—perhaps the most dangerous thing the
species that created me has ever faced. I have pondered the records of
the mortal age and long ago determined the two sides of this coin. While
freedom gives rise to growth and enlightenment, permission allows evil
to flourish in a light of day that would otherwise destroy it. A
self-important dictator gives permission for his subjects to blame the
world’s ills on those least able to defend themselves. A haughty queen
gives permission to slaughter in the name of God. An arrogant head of
state gives permission to all nature of hate as long as it feeds his
ambition. And the unfortunate truth is, people devour it. Society
gorges itself, and rots. Permission is the bloated corpse of freedom...”
- The Thunderhead -
image courtesy : ourobororfreelance |
Memilih bacaan di antara tumpukan timbunan bukanlah hal yang mudah. Sepertinya bulan Mei ini malah dihabiskan dengan bacaan-bacaan yang menyiksa perasaan. Tak terkecuali novel lanjutan dari SCYTHE (ARC OF SCYTHE SERIES) karya om Neal Shusterman yang berjudul THUNDERHEAD. Sama saja menyusahkannya.
Bagi khalayak yang tetiba terdampar dalam tulisan ini, boleh tidak melanjutkan membaca bila tak ingin kena spoiler. Karena memang sulit menuturkan curhatan ini tanpa spoiler buku sebelumnya, yang sudah saya curhatkan di sini.
THUNDERHEAD adalah buku kedua entah dari berapa buku yang direncanakan om Shusterman dalam kisah bengis ini. Nah, di buku kedua ini kita akan dibawa lebih dalam kepada masalah politik perebutan kekuasaan di pemerintahan para Scythe. Menilik kepada buku sebelumnya, Citra Terranova sudah disahkan menjadi Scythe Anastasia Romanov, sedangkan Rowan Damisch menghilang, muncul kembali sebagai Scyte Lucifer, sosok algojo yang menghabisi nyawa para Scythe korup dalam kegelapan.
THUNDERHEAD sejatinya adalah artificial intelligence mahasegala yang mengatur kehidupan manusia dalam utopia ini. Tapi ada satu hal yang tidak mau dan tidak dicampuri oleh sang Thunderhead, yakni masalah hidup mati manusia. Hal inilah yang dilaksanakan oleh Scythe, dengan aturan dan kebijakan yang di luar kuasa Thunderhead. Thunderhead tau, tapi hanya tau. Tidak mengambil tindakan.
Kegelapan hasrat kekuasaan menghantui Scythehood. Semakin runcinglah friksi antara keinginan berkuasa seluas-luasnya melawan cara lama yang menekankan kepada kebijaksanaan. Hal ini memicu perang dingin di dalam tubuh organisasi para algojo elit ini. Scythe Anastasia dan sang mentor, Scythe Marie Curie, terlibat di posisi berbahaya. Konspirasi besar berada dibalik semua kegilaan ini. Sementara Scythe Lucifer masih berdiri dalam kesendirian dengan keterbatasan sebagai momok menakutkan.
World building yang dirancang om Shusterman begitu apik namun membuat ngeri. Dalam tatanan utopia ini, dimana manusia seakan sudah mengalahkan segalanya, batas moral menjadi ambigu dan makin tipis macam helai sutra. Perebutan kekuasaan dalam Scythehood menjadi ajang popularitas ala anak SMA yang isinya adalah para pembunuh berdarah dingin. Dan Thunderhead menyaksikan, memantau dengan seksama tapi terkekang oleh aturan yang dipatuhinya tanpa ampun.
Lantas bencana macam apa yang muncul di kisah ini ?
Chaos jelas hadir dalam bentuk yang tak disangka. Sehingga akhirnya ada puncak kemarahan sang Thunderhead yang terintegrasi dalam kengerian massal. Lantas diakhiri dengan ending cliffhanger yang bikin hati menjerit. Sungguh menyusahkan. Dan saya harus menunggu hingga September 2019 untuk buku ketiga, berjudul THE TOLL.Tjih !
Mengharapkan terjemahan sepertinya akan sulit, maka dari itu saya konsisten mencari diskonan dari toko buku impor langganan. Biarlah, pengorbanan ini sebanding dengan kisah yang membuat kita mempertanyakan secara lebih jauh tentang kemanusiaan. Jenis bacaan utopia-scifi yang bikin kepala berkerut dan otak menganga.
Sekian.
Kegelapan hasrat kekuasaan menghantui Scythehood. Semakin runcinglah friksi antara keinginan berkuasa seluas-luasnya melawan cara lama yang menekankan kepada kebijaksanaan. Hal ini memicu perang dingin di dalam tubuh organisasi para algojo elit ini. Scythe Anastasia dan sang mentor, Scythe Marie Curie, terlibat di posisi berbahaya. Konspirasi besar berada dibalik semua kegilaan ini. Sementara Scythe Lucifer masih berdiri dalam kesendirian dengan keterbatasan sebagai momok menakutkan.
edisi bahasa Inggris oleh Walker Books |
World building yang dirancang om Shusterman begitu apik namun membuat ngeri. Dalam tatanan utopia ini, dimana manusia seakan sudah mengalahkan segalanya, batas moral menjadi ambigu dan makin tipis macam helai sutra. Perebutan kekuasaan dalam Scythehood menjadi ajang popularitas ala anak SMA yang isinya adalah para pembunuh berdarah dingin. Dan Thunderhead menyaksikan, memantau dengan seksama tapi terkekang oleh aturan yang dipatuhinya tanpa ampun.
Lantas bencana macam apa yang muncul di kisah ini ?
Chaos jelas hadir dalam bentuk yang tak disangka. Sehingga akhirnya ada puncak kemarahan sang Thunderhead yang terintegrasi dalam kengerian massal. Lantas diakhiri dengan ending cliffhanger yang bikin hati menjerit. Sungguh menyusahkan. Dan saya harus menunggu hingga September 2019 untuk buku ketiga, berjudul THE TOLL.Tjih !
Mengharapkan terjemahan sepertinya akan sulit, maka dari itu saya konsisten mencari diskonan dari toko buku impor langganan. Biarlah, pengorbanan ini sebanding dengan kisah yang membuat kita mempertanyakan secara lebih jauh tentang kemanusiaan. Jenis bacaan utopia-scifi yang bikin kepala berkerut dan otak menganga.
Sekian.
“...How ironic, then, and how poetic, that humankind may have created the
Creator out of want for one. Man creates God, who then creates man. Is
that not the perfect circle of life? But then, if that turns out to be
the case, who is created in whose image...?”
No comments:
Post a Comment