"...modern language exploded onto the planet with a big genetic bang, the
result of a fortuitous mutation that blessed the Cro-Magnon with the
gift of tongues..."
- Christine Kenneally -
Apa yang terpikir dalam benak anda ketika mendengar istilah Magnon ?
Saya yang ingat adalah pelajaran sejarah manusia purba jaman dulu, ada disebut tentang spesies pendahulu manusia yang disebut Cro-Magnon. Spesies ini adalah jenis Homo sapiens dengan volume otak lebih besar dari pada kita sekarang. Ditemukan di daerah Prancis dan diduga berasal dari zaman Paleolitikum, kemudian berkaitan erat dengan evolusi manusia model kita, Homo sapiens sapiens.
Setelah tanya mbah Gugel, istilah Magnon juga didefinisikan sebagai gerakan spin dari elektron dalam suatu struktur atom elektromagnetik. Nah segitu saja, saya pusing. Urusannya apa ini Magnon ? Bukan merk eskrim yang jelas.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama bekerja sama dengan sebuah institut dari Jerman bernama Gothe Institut, membuat edisi terjemahan Indonesia dari novel fiksi ilmiah karya penulis muda, Leif Randt, berjudul PLANET MAGNON. Blurb nya lumayan menarik, mengenai suatu semesta di masa depan yang terdiri atas enam planet, dihuni oleh manusia. Keenam planet ini adalah Blink, Blossom, Cromit, Sega, Snoop, dan Toadstool. Komunikasi dan transportasi antar planet ini sudah berjalan amat canggih dan bisa dijalani. Keenam planet ini terhubung dan diatur oleh sistem terkomputerisasi yang disebut sebagai Actual Sanity (AS) yang berpusat di dua buah bulan di antara planet-planet ini. AS mengatur semuanya secara statistik. Dan para manusia terbagi menjadi berbagai serikat atau perkumpulan, mulai dari Dolfin yang mendominasi, hingga serikat Hank yang memberontak.
edisi terjemahan oleh GPU |
Apakah novel ini memang fiksi ilmiah ?
Selama membacanya saya cukup bertanya-tanya. Randt merumuskan tatanan utopia membingungkan dengan berbagai istilah baru. Membaca novel ini sebaiknya baca glosariumnya dulu supaya tidak tertatih-tatih. PLANET MAGNON lebih terkesan kepada sebuah bentuk novel filsafat. Berat ? Tidak secara penceritaan. Tapi ada makna-makna tersembunyi dalam kisahnya. Entah semacam alegori atau metafora.
Dikisahkan Marten Elliot dan Emma Glendale sebagai duta utama dari serikat Dolfin yang berniat memperluas dan menjaring anggota dari keseluruhan planet. Namun mereka menghadapi semacam bentuk pemberontakan dari serikat Hank, atau serikat Patah Hati. Aneh ? Iya sangat aneh.
Apa sebenarnya yang dikisahkan dalam buku ini ?
Tidak ada petualangan penuh adrenalin dan segala macam. PLANET MAGNON menggali emosi dasar manusia dan memberikan nama ulang terhadap emosi itu. Melakukan eksperimen untuk mengendalikan dan mengkotak-kotakkannya secara terperinci. Menggunakan berbagai stimulan kimiawi untuk mendapatkan bentuk kebahagiaan primitif yang disebutkan dengan istilah-istilah non familier. Tujuan serikat Dolfin adalah untuk menyebarluaskan semacam 'pengalaman Magnon' dengan menggunakan 'cairan Magnon'. Apapula ini ? Yah yang bisa saya tangkap, ini adalah semacam substansi kimiawi yang bisa membuat peminumnya merasakan pengalaman kebahagiaan yang terang benderang dan terstruktur.
Tujuan akhir adalah membentuk suatu kesatuan dari berbagai serikat hingga membentuk PLANET MAGNON, dalam artian sebagai masyarakat dengan tujuan yang sama. Tidak perlu terpisah-pisah lagi dalam bentuk serikat. Pusing ? Iya pusing. Buku yang cuma 300 halaman ini membuat heran dan kadang ngeri. AS mengatur manusia secara statistik. Menyelesaikan masalah dengan kalkulasi kemungkinan. Apakah berhasil ? Berhasil tentu saja, menciptakan utopia tanpa rasa sedih dan sakit, kecewa dan kemalangan. Hanya kebahagiaan yang bisa disesuaikan. Ini yang ditentang oleh serikat Patah Hati, karena mereka menganggap manusia perlu 'terjaga' dan mengenal serta menerima rasa sedihnya. Apapun bentuknya, bukan hanya emosi positif saja.
Berat ? Ahahahaha. Percayalah saya juga merasa demikian. Ini bukan fiksi ilmiah ala Starwars. Ada sedikit rasa 1984-nya Orwell mungkin. Tapi disini tidak ada yang memimpin. Tidak ada ancaman cuci otak mengerikan. AS - yang notabene adalah benda mati - merupakan sang pemimpin. Sementara manusianya dibagi berdasarkan serikat yang mereka pilih sendiri dan golongan umur yang ditentukan berdasarkan semacam bentuk pendidikan dan prestasi. Tidak ada peperangan. Tidak ada penyakit. PLANET MAGNON menyuguhkan kajian filsafat versi luar angkasa yang membuat kita bingung menentukan pendapat setelah membacanya. Tidak bisa bilang suka, tidak bisa bilang benci.
Jika buku ini memang hanya bentuk alegori cerdas buatan Randt, berarti memang sungguh perlu dipertanyakan. Hakikat hubungan manusia satu sama lain, pencapaian utopia, dan apa yang menjadi akhir dari evolusi hidup kita. Yang bisa saya mengerti adalah utopia tidak selalu baik. Kekacauan harus selalu ada sebagai bagian dari keseimbangan. Harus ada sedih, tidak selalu senang. Dan Magnon adalah bentuk utopia yang dicari-cari oleh para manusia dalam kisah memusingkan ini.
Jadi, apakah ini direkomendasikan ?
Err, agak sulit dijawab. Buku ini berbeda, jelas sekali. Mungkin tebak-tebakan serta analisis sok pintar yang saya buat di atas belum tentu sejalan dengan maksud dari si pengarang. Jika memang mau membaca buku ini, yah, siap siap saja diajak berpikir jauh di luar ekspektasi. Ini entah fiksi ilmiah, entah filsafat, atau sekedar racauan gigantik. Akhir kisah ini juga cuma, begitu saja. Jangan berharap lebih eksplosif atau menggebu-gebu seperti kebanyakan masalah fiksi ilmiah lainnya. Salut juga buat penerbit yang berani mengambil risiko menerbitkan kisah macam ini yang bisa dibilang 'tak jelas, tak bertujuan' dalam badai literasi distopia kekinian.
At least I've had a different reading experience in 2018. Definitely not regret it.
“...Can human nature be so entirely transformed inside and out? Can man,
created by God, be made wicked by man? Can a soul be so completely
changed by its destiny, and turn evil when its fate is evil? Can the
heart become distorted, contract incurable deformities and incurable
infirmities, under the pressure of disproportionate grief, like the
spinal column under a low ceiling? Is there not in every human soul a
primitive spark, a divine element, incorruptible in this world and
immortal in the next, which can be developed by goodness, kindled, lit
up, and made to radiate, and which evil can never entirely extinguish...”
- Victor Hugo -
No comments:
Post a Comment