“...Doel, biar Babe tukang ngomel, namenye ama anak, biar kaki bakal kepala, kepala bakal kaki, demi Lu, Babe ikhlas...”
- Babe Sabeni -
Seperti yang sudah diketahui oleh khalayak, saya adalah makhluk yang paling skeptis sama perfilman lokal dan sangat sok pilih-pilih. Nonton film lokal di bioskop adalah semacam ketidakbiasaan buat saya yang memang kadang suka jahat. Terakhir nonton NIGHT BUS (2017) tahun lalu karena menang Piala Citra dan saya jelas tidak kecewa. Lalu ketidakbiasaan itu terjadi ketika film lokal bikinan pak Haji Rano Karno muncul, berjudul SI DOEL THE MOVIE.
Bersama salah satu partner in crime tukang nonton dengan kenyinyiran yang sama, sebut saja namanya mas Ulil, tidak biasanya abis kerja weekend saya bukannya pulang malah merogoh kocek dan mengabaikan waktu bobo siang demi memenuhi hasrat nostalgia.
SI DOEL THE MOVIE adalah film anyar yang mengusung riak kehidupan Doel yang udah bapak-bapak, 14 tahun setelah insiden terakhir tahun 2003 saat ditinggal sang istri, Sarah, yang melarikan diri ke Belanda. Takdir dan kesempatan mempertemukan mereka kembali di negeri kincir angin untuk menentukan konklusi dari akan kemana kisah ini membawa.
Berusaha menahan diri untuk tidak spoiler, film ini mengusung kesederhanaan yang sama seperti kisah di sinetronnya. Kalau boleh dibilang, tetap realistis. Film dibuka dengan kata-kata bijak dari para pemain sinetron SI DOEL ANAK SEKOLAHAN yang udah lebih dulu berpulang. Dimulai dari suara Babe Sabeni (Benyamin S), Engkong Haji Tile, Basuki, yang berhasil membuat saya norak dengan tetiba mata jadi berkaca-kaca. Penghiburan ditemukan dalam karakter Bang Mandra, yang seperti biasa tidak kehilangan kelakuan konyolnya yang natural.
Keharuan saya semakin meningkat ketika melihat kemunculan Maknyak yang diperankan oleh Aminah Tjendrakasih dalam keadaan terbaring tak berdaya dan kehilangan penglihatan. Ini memang kondisi asli sang aktris legendaris ini. Namun tidak ada yang berubah dari gaya bicara dan kecerewetan Maknyak. Atun pun tampil seperti begitulah Atun, ditambah kelucuan karakter sang anak yang bikin ngakak.
Zaenab pun masih setia dengan kepasrahannya. Koh Ahong pun masih bergeming baik budi dalam kesendiriannya. Oplet biru Babe yang dicat ulang dan dipermak, warung Maknyak, kontrakan yang dirapihkan, rumah betawi kuno yang masih apik, sungguh sangat nostalgik meskipun dalam suasana baru. Kesantunan orang-orang ini dalam kesederhanaannya masih terjaga dan tetap membekas sebagai semacam penghiburan dalam kesimpulan kisah dari sinetron terbaik yang pernah ditayangkan di negeri ini.
Official poster |
Hal-hal kecil sederhana, mulai dari cara Mandra bersikap, kebiasaan baik si Doel yang menjaga ibadah sholatnya dimanapun berada, ketiadaan adegan roman klise memuakkan, dengan keharuan yang tidak dipaksakan, berhasil membuat saya meneteskan air mata di penghujung film. Film berdurasi sekitar 80 menit ini tidak banyak berkata-kata. Gerak-gerik, gestur, dan usaha akting yang terlihat effortless dengan plot yang tidak maksa berhasil menohok perasaan fans kisah anak Betawi ini.
Mungkin memang ada beberapa kekurangan dalam film ini, tapi dalam kesubjektivitasan, saya masih merasa bahwa film ini tidak hanya masalah nostalgia, tapi masalah nilai-nilai yang secara subtle maupun gamblang ditunjukkan oleh selayaknya manusia bersikap. Doel masih Doel yang sama. Begitupun karakter lainnya. Apresiasi sedalam-dalamnya bagi para pemain yang konsisten dengan peran yang pernah menggerakkan hati sekian banyak masyarakat Indonesia.
Well, jarang ya muji-muji. Tapi beginilah adanya. Yang nonton pun tidak ribut, ndak bicik alay melelahkan kayak pas nonton film-film kekinian. Dan jelas saya tidak menyesal meluangkan waktu untuk menonton hasil usaha anak bangsa ini, yang mungkin saja tidak terlalu dikenal oleh kids jaman now. Tentu juga saya bersyukur pernah menjalani masa-masa ketika tayangan televisi masih ada tujuannya, bukan hanya gimmick sensasi semata yang bikin saya merasa lebih baik menonton Squidward direpotin sama Spongebob.
PS : Tulip Belanda, rumahnya Sarah, bahkan bangku taman aja terlihat cantik sekali. Namun jelas setting asli si Doel di kediamannya tidak kalah menarik.
"...Parental love is the only love that is truly selfless, unconditional and forgiving. We never know the love of a parent till we become parents ourselves. Parents were the only ones obligated to love you; from the rest of the world you had to earn it..."
No comments:
Post a Comment