“...Human...I don't know what that word means...Tell me what defines
it. What sets it apart? Are you going to tell me its love? A crocodile
will defend her brood to the death. Hope? A lion will stalk its prey for
days. Faith? Who is to say what gods populate an orangutan's
imagination. We build? So do termites. We dream? House cats do that on
the windowsill...We live in a shabby edifice...hastily erected over a
span of ten thousand years, and we draw he flimsy curtains to hide the
truth from ourselves...”
- Dr.Pellinore Warthrop -
Baru Januari lalu saya mencurhatkan tentang buku ketiga dari seri THE MONSTRUMOLOGIST karya Rick Yancey yang berjudul THE ISLE OF BLOOD (cek di sini), tak diduga kabar baik muntjul dalam buku terakhir yang nongol baru saja kemarin untuk edisi terjemahannya. THE FINAL DESCENT dalam judul terjemahan TURUNAN TERAKHIR sudah bisa anda temukan di toko-toko buku kesayangan. Buku pamungkas ini tidak setebal tiga pendahulunya, hanya sekitar 300an halaman. Namun, seperti judul curhatan kali ini, pamungkas yang dihadirkan om Yancey memunculkan satu kata, GETIR.
Mengapa kok lebih tipis? Apa yang terjadi dengan Will Henry dan Doktor Warthrop?
Hampir dua tahun setelah insiden di Pulau Darah, Will Henry dan sang Doktor kembali ke hunian mereka yang sepi dan kelam di Harrington Lane. Namun kali ini, sang Doktor berhasil memperoleh suatu temuan legendaris, mahakarya dalam dunia biologi menyimpang yang akan dipamerkannya dalam acara tahunan Perkumpulan Para Ahli Monstrumologi. Makhluk ini dianggap merupakan yang terakhir dari jenisnya, langka, dan tidak ternilai harganya. Seperti biasa, Will Henry terlibat, jauh dan makin jauh, dalam kegelapan dan genangan darah yang berurusan dengan penemuan monster ini.
Will Henry yang kita kenal sebagai bocah suram terasing, kini sudah menjadi remaja pemarah dan berapi-api. Kejadian-kejadian sebelumnya terpatri begitu kuat membentuk kepribadian dan sikap Will Henry. Kita akan dibawa dalam alur bolak-balik penceritaan yang padat, penuh bahasa-bahasa sastrawi filosofis dalam isi kepala Will Henry. Penceritaan saat Will Henry dewasa dan apa yang terjadi dalam final kisah ini membuat perasaan saya tak karuan. Saya seolah tau ini akhirnya, sudah menebak-nebak dari buku-buku sebelumnya, tetapi tidak merasa akan segetir ini.
Aksi dan perburuan monster boleh jadi tidak ada dalam buku terakhir ini. Akan tetapi kita disuguhkan oleh potongan-potongan kebenaran yang muncul bersahut-sahutan sebagai hasil dari monster gelap dalam diri manusia itu sendiri. Obsesi sang Doktor tiada habis. Obsesi inilah yang menjadi finalitas takdirnya sendiri. Will Henry adalah pembebas sekaligus jangkar yang menahan sisi kemanusiaannya. Namun ketika Will Henry yang memutuskan untuk berhenti, apa yang tersisa dari sang Monstrumolog ternama?
Will Henry menghadapi monsternya sendiri. Entah itu cinta, entah itu obsesi. Tidak ada lagi Will Henry kecil yang menyedihkan dan menuai empati. Will Henry sudah keluar dari cangkang telur monsternya. Dan Will Henry memang menjadi satu-satunya yang mampu sekaligus menjadi yang paling terakhir dalam semesta remang-remang kengerian ini.
Akhir yang getir. Kita disuguhkan penjelasan dan kebenaran. Tiada hore hore bahagia. Resolusi, kesimpulan, cukup itu. Saya merasakan sisa kepahitan yang menetap dalam seri kelam ini. Entah ini bagian dari kesuksesan om Yancey membangun atmosfir dalam cara penulisannya yang maju mundur dalam bait-bait puitis, atau memang kisah ganjil Will Henry ini menjadi representasi dari monster gelap dalam setiap diri manusia.
Bagus ya, terjemahan oleh GPU |
Terima kasih untuk mba Nana yang sudah menerjemahkan kisah ini dengan baik sedari awal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama beserta segenap jajaran (editor, proof reader, semuanya) yang alhamdulillah konsisten sampai akhir, dan terkhusus untuk desainer sampul edisi terjemahan yang mumpuni sekali. Jujur seri ini jadi sangat layak koleksi dengan suasana sampul yang senada dari awal hingga akhir (kolektor, biasa begini). Sungguh pengalaman membaca yang berbeda, getir memang tapi tetap berkesan.
Sangat direkomendasikan untuk penggemar novel fantasi usia 17 tahun ke atas (kontennya selain penuh darah dan potongan tubuh, nyatanya ada bagian-bagian filosofis yang butuh pemahaman lebih).
“...I’ve always thought, if heaven is such a wonderful place, why is entering it so absurdly easy? Confess your sins, ask forgiveness—and that is all? No matter what your crimes...?”
- Rick Yancey
No comments:
Post a Comment