"...tetapi wanita bukan cuma sawah-sawah dan pria bukan cuma lumbung benih...penyatuan panjalu dan pawestri punya makna yang lebih dalam dan lebih serasi dengan martabat kemanusiaan kita...sebab bila soalnya hanya bersetubuh saja, monyet dan babi pun bisa..."
- Pangeran Selarong -
Pertempuran Sultan Agung dan Gubernur VOC-Jan Pieterzoon Coen oleh Sindudarsono Sudjojono |
Menuntaskan sesi membaca di bulan pertama 2021 yang tampaknya keberatan awan mendung musibah dan masalah iklim, saya berhasil membabat sebuah trilogi fiksi sejarah yang cukup legendaris berjudul RARA MENDUT - GENDUK DUKU - LUSI LINDRI buah karya mendiang romo YB Mangunwijaya (beliau berpulang sudah lebih dua dekade lalu). Kisah aslinya sendiri pernah menghiasi Kompas dalam bentuk cerita bersambung selama 1982-1987. Saya membeli edisi cetakan 2019 dari Gramedia Pustaka Utama yang sampulnya bagus dan layak koleksi.
Tumben amat bacaannya? Ahahaha, paska bookhangover parah di awal tahun, saya bingung mau baca apa. Di sela-sela prokrastinasi, saya mengulik kembali timbunan saya dan menemukan harta karun ini. Trilogi pahit ini saya pikir akan jadi semacam refreshment menarik, dan walhasil saya tidak dikecewakan. Trilogi ini berhasil menyakiti saya dengan baik, menggoyang perasaan dengan paripurna, dan membuat saya bersyukur hidup di jaman now. Jaman di mana perempuan punya pilihan lebih banyak dan dapat bersuara lebih baik di sela-sela tirani patriarki modern.