December 27, 2015

And The Force is Awaken

hai..
seenaknya comot judul pilem terbaru Star Wars yang lagi happening, padahal saya adalah bagian dari populasi di dunia ini yang ga nonton dan ngikutin Star Wars. Kebetulan aja judul cerita saya kali ini (dipaksakan) mirip mirip sedikit.

ini saya, sok serius kayak biasa

Well, 2015 mau habis aja, cepet banget sih ya, dan saya udah terkibuli habis-habisan dengan berbagai nikmat duniawi (tumben bener). Ga taunya sang Maha Pemberi Surprise, ngasih saya beraneka kejutan lagi di bulan penghujung tahun ini.
Yang pertama, badai diskon buku akhir tahun. Masya Allah sekali, saya mau banting henpon rasanya. Bener-bener mengerikan. Bukan apa-apa, saya udah overlimit banget. Belum lagi mbak-mbak langganan buku saya udah bikin kedai buku+kedai kopi mini cozy sendiri yang menggoda banget bakal dikunjungin. Fiuuhh, buat booknerd macam saya, diskon buku adalah godaan besar dalam hidup, bukan sale baju+sepatu+barang branded seperti seharusnya wanita seumuran saya (honestly i'm proud of this).

December 7, 2015

Setelah Perang Raja-Raja, Melangkah ke Tanah Lada, dan Akhirnya Terkurung di Bawah Kubah


Setelah sok sibuk berhari-hari (masi banyak kerjaan sih), akhirnya saya menyempatkan diri menulis lagi. Anggap aja ini review singkat mengenai beberapa buku yang telah dan sedang saya baca. Awal November, saya dikejutkan dengan kedatangan hadiah berupa si kuning gratisan dari penerbit lokal (menang random generator antar admin grup kece saya), dan akhirnya buku ini menyita perhatian dan konsentrasi penuh.

A Clash of Kings, alias Peperangan Raja-Raja adalah buku kedua seri A Song of Ice and Fire, mahakarya best seller opa GRR.Martin (dengan serial TV yang luarbiasa populer tentunya), mengetengahkan konflik lanjutan dari perebutan tahta di 7 Kerajaan. Yang licik semakin licik, dan sulit menentukan siapa yang mau didukung. Soalnya si opa doyan tebas leher karakter-karakter favorit, meskipun sejauh ini favorit saya masih aman (Tyrion Lannister, Bran Stark, Arya Stark). Sekitar 1200 halaman lebih lumayan memuaskan pembaca, walau ada masalah typo dan dobel halaman, serta kemungkinan beberapa bab yang hilang (ou yaaaa..) dan masih diinvestigasi dan ditelusuri oleh penerbit

November 6, 2015

Hujan Inspirasi


Sang Maha Kreator memang super sekali...
Setelah segala sumpah serapah menyalahkan si anu, si itu, dan lain sebagainya terhadap azab asap, akhirnya doa-doa banyak orang dikabulkan juga, dengan cara yang amat manis dan ngangenin sekali. Hujan hadir di belahan bagian Indonesia yang terkurung asap berbulan-bulan dan selanjutnya membawa percikan langit biru serta bau petrichor yang khas di sela kemunculannya..
Makanya, belajar bersyukur.. Tuhan itu tau, tapi mungkin dia memilih menunggu, menunggu kita supaya kembali mengingat Dia..
Jadi di antara derasnya hujan di luar, saya kembali menulis...

October 22, 2015

Smoke, Signs, Lights

Hai...
Bukannya mau ikut-ikutan mengutuki asap..tapi hanya sekedar berharap kalau situasi akan segera membaik..Saya tau, mati itu pasti, tapi sedih sekali kalau semuanya diakhiri karena ulah tak bertanggung jawab makhluk yang katanya bersifat sosial ini..
Oke, tahan sejenak..berdoa semoga hujan segera turun..deras dan lama... I miss rain so much
Saya memang sangat tidak konsisten menulis..terlalu moody dan banyak alasan..makanya saya nggak bisa sedikitpun mencuilkan jejak di ranah menulis profesional..meskipun saya ingin, meskipun ada bagian dalam diri saya yang minta untuk menulis dan membaca saja..tak usah kerja seperti sekarang..
Alangkah tidak bersyukurnya...
Beberapa minggu ini banyak tanda-tanda dalam kehidupan saya yang muncul memberi warna dalam hari-hari abu-abu bosan seperti biasanya...mulai dari kejutan yang manis maupun sedih..yang rumit dan sederhana..yang penting dan gak penting..yang nyata ataupun hanya berkeliaran dalam mimpi..
Sahabat saya, penulis panda, sedang menghilang dan berkubang dengan dunianya sendiri..saya masih kepo sih kayak biasa, tetapi ya itulah..he's tired and off for a while
Lalu si owl guy, muncul kembali, tanpa pertanda, tetap seperti biasa, dan anehnya, dia akhirnya berusaha..berusaha menemukan kembali jalan cerita hidupnya, meskipun pelan, sedikit, dan kesannya sepele..tapi, Tuhan melibatkan saya dalam prosesnya..
Dan saya, masih berusaha mencintai dan bersyukur dalam rutinitas harian, termasuk multitasking, begadang namatin novel (Gollem n Jinni, keren banget, beserta buku-buku penunjang lainnya, ih banyak gaya), sok tahu soal segalanya, dan sedikit memacu adrenalin di jalanan (banyak gaya, saya hanya sedikit belajar sama supir angkot kota ini)..
Terakhir, kita tak tahu kalau rencana-Nya itu jauh lebih keren dari semua rencana-rencana kita...mungkin belum..mungkin dalam proses..mungkin sebentar lagi cahaya-Nya bakal nongol...satu yang saya doakan..
Tuhan, jangan lelah merencanakan yang paling baik buat saya dan mereka...amiinn..

*edisi setengah waras..boleh diabaikan bila tak berkenan

October 5, 2015

Dilema Ensiklopedia (Bagian Pertama)


“ Sore, Mas..”

Aku mengenyakkan tubuhku di sofa alias jok mobil lama yang dimodifikasi bermotif perca itu, sambil mengetuk bahu cowok gondrong yang sedang duduk bersila di depan laptop.

“ Pulang kerja ? Rame ?,” katanya sambil tidak mengalihkan tatapan mata dari kerjaan di depannya

“ Biasalah, Mas. Plus drama-drama gak jelas.”

“ Bersyukur atuh Neng. Jaman sekarang banyak yang gak punya kerjaan kece macam kamu,” katanya sok bijak.

“ Iya sih. Tapi yah…Anyway, laper gak Mas ?,” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

A bit.

“ Ya udah, tunggu bentar. Kopi juga kan ya.”

Aku beranjak ke dapur kecil di ujung ruangan itu. Membuka kulkas mini warna hijau, mengecek isinya, mengambil dua butir telur dan sayuran apapun yang tersisa. Cowok yang kupanggil Mas Ray ini sepertinya harus diingatkan untuk belanja mingguan. Untung ada stok mie instan.

Sambil menggoreng telur, aku menyeduh air panas. Air di dispenser tinggal sedikit, Ray pasti lupa. Sudah makin pikun atau tergencet deadline. Tapi setidaknya ruangan ini masih ‘lumayan’ bersih di tengah segala detail kekacauan dalam dimensinya yang terbatas.

Kami menyebut tempat ini The Bunker. Ini dulunya adalah gudang tua terlantar di pinggir kota. Ray jatuh cinta pada pandangan pertama pada tempat ini. Gudang tua dengan lapangan mini. Kemudian membelinya secara kredit, mengubah dekornya, menambahkan ini itu, dan jadilah semacam basecamp. Ray juga mencomot tiang basket entah darimana, menambahkan ayunan besi yang diperoleh entah dari siapa. Aku menambahkan detail ‘rumah’ di dalamnya. Dapur dan alat bersih-bersih. Ray pura-pura lupa soal ini. Tapi dia dengan cerdas menyeretku melihat The Bunker setelah diubah asal-asalan sok artistik olehnya. Lantas seenaknya memintaku menambahkan detail.

September 16, 2015

Anger and Closure



                Seseorang pernah berkata padaku, akan ada saatnya bagimu untuk berhenti.

                Dan mungkin ini saatnya, kataku pada diri sendiri.

                Ceritanya sederhana, sepele malah. Aku seperti biasa masih jadi hamba Tuhan yang kurang bersyukur. Tetapi Sang Maha sepertinya amat sangat menyayangiku dengan menunjukkan sesuatu hal hari itu. Bermula pada suatu sore, saat bangun dari tidur siangku, aku menerima kabar dari layar gadget mini milikku yang suka nge-hang.

                “ Aku sudah disini.”

                Well, selalu dan seenaknya. Dia datang dan tiba-tiba muncul dalam hidupku. Memberitahukan kabar kedatangannya ke kota ini. Aku yang nggak pandai munafik tapi ahli berbohong, lantas mengajaknya untuk bertemu. Nanti, balasku, setelah tanggung jawabku kulaksanakan.

                Aku punya pekerjaan yang biasa. Dengan jam yang santai selepas magrib. Sebagai lajang berhutang dan punya obsesi mengoleksi buku berlebihan (kecepatan membeli tidak sebanding dengan membaca), aku punya kewajiban untuk bekerja keras. Pulang malam bagiku sudah sewajarnya. Meskipun kadang aku sengaja mengabaikan tatapan prihatin dan khawatir kedua orang tuaku tercinta. Bagaimanapun juga, seorang wanita usia produktif layak menikah tidak seharusnya kemana-mana sendirian mengurusi hidupnya. Aku hanya tersenyum menatap kedua orangtuaku tiap mereka memunculkan masalah itu dalam obrolan. Bukannya aku tak ingin, tetapi lelakinya saja yang belum muncul.

                Lantas siapa yang selalu dan seenaknya itu ?

                Sebenarnya aku juga tak paham dia menganggapku apa. Kami berkomunikasi tiap hari. Mulai dari hal-hal remeh seperti sudah makan atau belum, sedang apa dan dimana, atau segala hal klise lainnya, hingga ke masalah dunia yang lebih berat. Kami sudah seperti ini nyaris dua tahun lamanya. Saling perhatian satu sama lain. Kalau kalian melihat history percakapan kami, mungkin kalian akan berasumsi kalau kami ini sepasang sejoli.

September 10, 2015

Festival Budaya ke-9

Cerpen ini dibuat dalam rangka mengikuti suatu lomba menulis cerita pendek bertema horor/misteri/fantasi yang diselenggarakan oleh sebuah penerbit lokal. Selamat membaca.



Festival Budaya ke-9

19.06 Sabtu
            “ Rem, kamu beneran nggak apa nggak ikut festival ?”
            “ Iya, nggak apa-apa, Ma. Jarang-jarang kita bisa kumpul lengkap satu keluarga besar. Lagian, kak Shaz bisa ngamuk kalau aku nggak ada.”
            “ Baiklah. Cepat ganti baju sana. Mama bangunin Abangmu dulu.”
            Rem mengangguk, tidak memandang Mamanya, lalu melihat jam tangan penguin di pergelangannya. Seharusnya dia ada di festival budaya sekolah hari ini. Malam puncak. Ada kembang api. Momo, sahabatnya, pasti bakal mengembar-gemborkan betapa serunya festival itu esok pagi di sekolah. Tetapi, Shaz, kakaknya yang luar biasa sibuk dan jarang pulang, meminta acara kumpul keluarga untuk mengenalkan kekasih barunya. Serius kali ini.

19.47 Sabtu
            “ Rem, kamu dimana ?”
            “ Maaf banget Mo. Lagi acara keluarga nih.”
            “ Ah Rem, sayang banget. Ini kembang api gede keren. Sukses lah festival budaya tahun ini. Ah kamu. Harusnya ada disini.”
            “ Iya Mo, maaf. Eh, kamu masih flu ?”
            “ Udah nggak Rem. Manjur obat dari kak Shaz.”
            “ Syukurlah. Bye Mo. Udah di restoran nih.”
            “ Ya deh. Besok ketemu pagi di sekolah ya. Acara bersih-bersih. Nggak boleh absen pokoknya. Full report  buat kamu. Bye Rem.”

September 9, 2015

Ceritanya Lustrum


 Selamat ulang tahun ke-60 alias Lustrum ke-XII Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, kampus almamater saya tercinta..

Saya dan spanduk Live Music Lustrum (ih kok endut ya)
 Kebetulan, saya masih keliaran wara-wiri di kampus ini. Sok muda, ngerasa masih mahasiswi, gagal move on, anggaplah demikian. Kampus ramai..kuliah diliburkan, banyak atraksi yang terjadi di pelataran kampus (dulu rindang banget, sekarang udah gersang, pasca direformasi), dan saya ? Anggaplah saya sebagai penyambut tamu.
 Setelah memutuskan untuk kembali ke kota ini, saya punya kegunaan tambahan untuk sejawat-sejawat saya yang berkeliaran di luar kota, di luar pulau juga. Fixed bangetlah. Menemani rombongan tuan dan nyonya ini untuk ke destinasi yang mereka inginkan. Untungnya dikasih makan. Hehe.

September 3, 2015

The Turing Machine

“..we are all pretending to be something..imitating something..someone..and we are no more, and no less, than what we can convince other people that we are..”

Seperti biasa, saya selalu telat dalam hal yang disebut sebagai menonton film bagus. Bukan apa-apa, di kota saya, nggak ada bioskop yang relevan. Jadi setelah sekian lama, saya baru bisa nonton film ini. Film yang sejak akhir tahun lalu (sekitar November 2014) menuai pujian dan nominasi. Alasan saya nonton bukan itu, saya kebetulan suka sama sebut saja babang Ben a.k.a Benedict Cumberbatch, si ganteng kharismatik yang bikin saya fangirling selama marathon seri Sherlock BBC. Selain itu film ini juga direkomendasikan oleh seseorang yang kebetulan minggu ini berhasil menguras pertahanan mental saya.

Jadi apa ceritanya ?
Tentang seorang matematikawan jenius (Alan Turing, babang Ben memerankan tokoh ini), yang berhasil memecahkan suatu ENIGMA dalam World War II. Enigma ini dipakai oleh negara saingan buat berkomunikasi. Memang, sejatinya otak saya ini gak paham-paham banget masalah coding, binary, encrypted , dan semacamnya. Tapi, buat saya, banyak hal-hal manusiawi di film ini yang membuat kemanusiaan kita dipertanyakan.
ini dia babang Benedict Cumberbatch yang jadi Prof.Turing (brain is the new sexy - serial tv yang lain, nik)

August 22, 2015

Drachenreiter, Unicorn-Rider, dan Nasi Angkringan



Banyak yang mesti disyukuri dalam hidup, ini salah satu contohnya.           

Jadi saya kembali menulis, curhat sih sebenarnya. Soal perjalanan singkat saya dalam rangka misi mengantar adik saya ke kota di seberang pulau. Tidak naik unicorn kali ini. Saya baru setahun kurang mengendarai unicorn sendiri, nggak punya stamina buat sejauh itu, belum lagi jadwal dunia nyata saya yang tidak bisa lama-lama ditinggal. Maka dengan titah dan dukungan material dari kedua bos besar di rumah, saya dan si adik ababil berangkat.

Standar ya, burung besi delay sejam lebih. Nah, kebodohan saya dan si adik, sebut saja namanya Rem, kami menonaktifkan alat komunikasi segera setelah masuk ruang tunggu, karena nggak bawa cadangan baterai dan lupa mengisi baterai perangkat telekomunikasi tersebut. Walhasil, kedua orangtua bocah-bocah labil ini panik. Dan begitu sampai di ibukota, saya dimarahi. Saya tau, ini marahnya kekhawatiran, karena dua anak gadis kece ke kota besar seberang samudra, trus penerbangannya kok lama banget, menimbulkan asumsi di kepala mama saya. Yang jelas-jelas mewariskan sifat cerewet, dan too much worrying things-nya pada saya. Yah, mungkin seharusnya saya naik naga saja. Tetapi saya nggak bakat, nggak punya naga, dan kebetulan si Rem nggetokin kepala saya (adik durhaka) menyuruh saya berhenti berkhayal.

Setelah mengisi perut superkilat, ditambah dengan lari-larian mengejar bison biru bermerk DAMRI dengan jurusan ke kota calon kampusnya Rem (jangan dibayangkan nyeret-nyeret bawaannya yang banyak, menyedihkan dan menggelikan kalau dilihat), akhirnya dalam perjalanan berdurasi sekitar dua jam kurang sedikit (yang dihabiskan dengan tidur), kami sampai di kota yang terkenal dengan talasnya tersebut.

Kesan pertama, MACET. Setelah berganti dengan menumpang sebuah sedan James Bond, yang kebetulan supirnya setara kemampuannya seperti Dominic Toretto (ayolah, sedikit banyak pernah ngintip Fast and Furious kan ya), tapi tidak botak, kami dibawa melewati jalur-jalur tak biasa menghindari kemacetan. Meskipun akhirnya tetap terjebak macet juga. Si supir bilang, ini efek weekend, kunjungan presiden, dan karena pendatang baru dan rombongan sejenis Rem mulai bermunculan.

Sampai di penginapan di dalam kampus, istirahat singkat, saya dan Rem memutuskan jalan-jalan melihat kampus barunya. Nah, saya suka, adem, banyak pohonnya (semoga nggak banyak setannya), dan enak buat jalan kaki. Rem udah excited banget. Sedangkan saya lebih excited lagi karena saya bakal liburan mendadak ke kota selanjutnya segera setelah urusan bocah ini kelar.
Ini dia adik saya, agak manis sedikit, lebih manis saya pastinya

Comeback

Setelah hampir 2 tahun tidak mengacak-acak blog ini, saya memutuskan untuk kembali menyampah di dunia maya..selamat menikmati.. ^^
Selamat membaca..ini cengiran saya yang paling manis

August 20, 2015

Them, Kumpulan Cerita Pendek Tentang Mereka (P-4) - Tulisan Si Gondrong

  “ Kadang, journey itu lebih menarik daripada destination “

            Hell, yeah. Mungkin memang demikian. Ada bagian dalam diri saya yang nyaris percaya kalau dunia diciptakan jauh lebih menarik di bagian perjalanannya, bukan bagian tujuannya. Tetapi, kalau saya boleh berargumen, keinginan menikmati perjalanan itu sering terbentur dengan batas-batas realitas yang sengaja atau tidak diciptakan sendiri oleh si makhluk ragawi.
            Why so serious ?
            Okelah. Saya nggak tau mesti merangkum ini dalam bentuk apa. Lebih ke personal literature mungkin. Buat saya yang sangat minim di dunia penulisan, mengetik (iya, mengetik di laptop, bukan mesin tik klasik jaman orangtua saya dulu) kata-kata seperti ini butuh sejenis tamparan inspirasi dan situasi tertentu yang kesannya biasa tapi berkesan. Nah begitulah.
            Jadi, yang saya tau, kita bertemu orang-orang pasti ada tujuannya. Bukan hanya kebetulan. Tuhan itu punya rencana, sesederhana elektron-elektron yang selalu bermuatan negatif dan meloncat di setiap inti atom. Seperti halnya pertemuan tidak biasa dengan orang ini, sebut saja si Gondrong.
            Ketemunya dimana ?

Musikal

             Harusnya dia tidak boleh bermimpi.
            Dia tau, di umur segini bukan masanya lagi untuk berlarut-larut membahas mimpi yang itu, berulang-ulang dalam kepalanya. Akan tetapi, sang mimpi tetap membandel, bertahan disitu, menghangatkan hatinya yang beku, sekaligus menusuk perasaannya terdalam. Bercokol disana, bagai dosa paling manis yang tak terhindarkan.
            Mungkin kau bingung, ini cerita macam apa. Tenang, kalau tak ingin melanjutkan, kau bisa berhenti disini. Lewatkan saja omongan sampah memusingkan ini.
            Jadi, dia, maksudku tokoh utama dalam cerita ini, adalah seorang wanita dewasa yang sudah sangat matang. Punya pekerjaan tetap, karir cemerlang, amat mandiri, dan jadi andalan hampir dalam segala hal. Membosankan, kataku. Tapi, yang mungkin tak semua orang tau, ada bagian dalam dirinya yang menyenangkan. Bagian kecilnya, yang suka membaca beraneka dongeng, tertawa-tawa menonton film animasi, menangis menonton film romantis, dan kadang suka mewarnai di ilustrasi ajaib yang dibuat seniman kreatif di luar sana.
            Dia kesepian di dunia nyata, tapi menghangat di dunia maya. Internet tentu saja. Jelas, mungkin bagian dirinya yang seperti anak-anak itu yang membuatnya bertahan hidup, lebih tepatnya merasakan kehidupan, dan banyak orang dewasa lain seperti dirinya yang memilih membentuk komunitas sosial untuk menyatukan kembali keping-keping kebahagiaan itu. Maka dia cukup bersyukur, di dunia yang itu, dia tidaklah sesendirian yang dikira.
            Jadi apa inti ceritanya..?

Them, Kumpulan Cerita Pendek Tentang Mereka (P-3) - Balada Cinta Tiga Bocah

“Nenek…”
Si bocah kacamata dengan muka memelas, tiba-tiba merengek pada Neneknya. Si Nenek yang sedang sibuk menatap layar laptop tertegun sejenak. Bocah sayu dan agak kurus itu lalu menyandarkan kepalanya dengan lemas ke bahu si Nenek.

Perbincangan di Pemakaman

Cerpen ini ditulis dalam rangka ikut memeriahkan GiveAway Writing Challenge bulan Juni 2015 di komunitas Penggemar Novel Fantasi Indonesia, dengan tema " Apa yang akan kamu lakukan bila bertemu dengan penulis favorit ?"
Selamat menikmati ^^




Perbincangan di Pemakaman

            Aku menatap nanar di kejauhan. Sedikit heran kenapa aku berada disini. Duduk sendirian melihat horizon tak berbatas dari tepian pantai yang tumben-tumbennya sepi. Jelas saja, cuaca siang itu tidak bersahabat. Langit begitu gelap, dengan sesekali gemuruh halilintar terdengar. Mungkin hujan akan turun. Aku sudah bisa mencium bau hujan yang menyenangkan itu. Namun aku tidak beranjak. Tetap duduk macam batu karang tua di sudut pantai yang terlupakan.

Them, Kumpulan Cerita Pendek Tentang Mereka (P-2) - Uda

            “ Kamu itu, cocoknya jadi istri, bukan cuma jadi pacar.”
            Aku tersenyum. Dengan hati berbunga-bunga, tentu saja, meskipun perkataan itu terucap nyaris 7 tahun yang lalu. Mungkin kamu nggak ingat lagi. Sudah terpendam lama dan dilupakan. Di sela-sela petualangan cintamu yang beraneka itu. Tapi, kamu harus tau, wanita mengingat dengan sangat baik, apalagi hal-hal yang sedemikian menancap di hati lemahnya.

Poci Keramat

Cerpen ini ditulis bulan April 2015 untuk memeriahkan GiveAway Writing Challenge di komunitas Penggemar Novel Fantasi Indonesia.
Selamat membaca ^^



Poci Keramat
            “ Bunda, Mia mau cuti kerja, mungkin agak lama,” kata Mia via telepon. Bunda yang di seberang sana meng-iya-kan. Kata Bunda, memang Mia mesti ambil cuti liburan. Setelah hampir setahun penuh kerja keras. Tetapi Bunda tidak bilang, kalau ada permintaan lain terkait kepulangan Mia ke rumah.

Them, Kumpulan Cerita Pendek Tentang Mereka (P-1) - Dia


Prolog

Saya belum hidup cukup lama untuk seenaknya menghakimi orang-orang yang secara spesifik bersinggungan dalam keseharian saya, baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Tetapi, entah kenapa, orang-orang ini punya ‘sesuatu’ yang bikin mereka sedikit banyaknya berperan dalam hari-hari saya. Entah itu sekedar lewat, entah itu begitu penting dan mendalam. Mereka ini, kumpulan lelaki yang berurusan dengan saya, dengan kadar berbeda-beda, dengan rasa yang beda pula.
For your information, saya ini perempuan, dengan kecendrungan berteman dengan banyak kaum Adam, mungkin karena saya kecentilan, mungkin juga karena mereka yang doyan ngobrol dengan saya (menyusahkan saya tepatnya). Tidak bermaksud gede rasa, tapi apalah daya, saya berurusan dengan para lelaki ini, dan sedikit banyaknya terlibat dalam cerita mereka, sekedar mendengarkan, jadi bagiannya, atau mungkin penonton setia.
People come and go, but memories stay. Sebelum saya pikun, alangkah lebih baik saya abadikan orang-orang ini dalam tulisan. Maafkan saya bila berlebih atau malah kurang. Ini sudut pandang saya, seenaknya dan beginilah adanya.


Best regards,

Oni
(30 Maret 2015 - ….)

Taman Peri

Ini adalah cerita pendek fantasi yang saya buat pada bulan Juli 2014 dalam rangka event Reading n' Writing Challenge di komunitas Penggemar Novel Fantasi Indonesia.
Cerita pendek ini dibuat sebagai prekuel Peter Pan karya asli oleh J.M.Barrie. Selamat membaca.


Taman Peri

  Kapten Hook yang kejam menatap iri dari kejauhan. Kilauan-kilauan kecil berkelip-kelip di sepanjang Neverland, berterbangan bebas kesana kemari. Begitu bebas, begitu bahagia, seolah dunia tunduk pada kemauan mereka. Hook penuh imajinasi, meskipun terkesan kejam, dia membayangkan semua peri di Neverland dalam genggamannya. Mengurung mereka dalam toples-toples kaca, meminta mereka menemaninya bernyanyi dalam rangkaian nada saat Hook yang perkasa memainkan pianonya.
   

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...