“Life doesn’t work that way. You live with your choices and learn. You don’t cheat the system.”
DARK MATTER - Materi gelap adalah materi yang tidak dapat dideteksi dari radiasi yang dipancarkan atau penyerapan radiasi yang datang ke materi tersebut, tetapi kehadirannya dapat dibuktikan dari efek gravitasi materi-materi yang tampak seperti bintang dan galaksi. Pembicaraan mengenai materi gelap ini telah menjadi topik favorit para fisikawan, astronom, dan semua pecinta ranah kosmologi, termasuk penggemar fiksi ilmiah. Materi gelap dipercaya berhubungan dengan misteri besar penciptaan alam semesta, termasuk kehancurannya kelak.
Sebagai pembaca yang mengaku lumayan memfavoritkan ranah fiksi ilmiah, saya awalnya tidak berniat membaca buku berjudul DARK MATTER oleh Blake Crouch yang baru diterbitkan edisi Indonesianya bulan kemarin. Namun, rekomendasi dari Mbak Gigit dan Mommy Selvi (agak histerikal), membuat saya melipir membaca kisah stand alone ini.
Lantas, ikut histerikal juga ?
Well, sayangnya saya tidak histeris, meskipun empat bintang penuh saya berikan untuk buku ini. Secara kebetulan, saya telah membaca buku-buku bertema dunia paralel (bisa dilihat di sini), ngaku-ngaku Padawan, dan lagi menantikan buku terakhir dari seri Penjelajah Antariksa bikinan Eyang Djokolelono. Kosmologi memang menarik. Kemahaluasannya, ketidakterbatasannya, segala misteri dan tanda tanya, membuat saya merasa hanya bagai sebutir quark dalam inti atom hidrogen penyusun seliter air (jadi haus, maaf nulis ini pas lagi panas terik), sesuai yang saya ungkapkan dalam curhatan tentang KOSMOS - nya Carl Sagan yang amat menggugah itu (di sini nih).
DARK MATTER mengisahkan tentang kehidupan seorang dosen fisika bernama Jason Deesen yang seketika berubah drastis. Jason yang mengubur mimpi-mimpi masa mudanya mengenai fisika kuantum, keterlibatan materi gelap, dan kemungkinan penjelajahan dunia paralel, nyatanya memilih hidup bahagia sederhana bersama istrinya, Daniella dan putranya, Charlie. Konflik dimulai ketika Jason diculik dan tidak sadarkan diri, lantas terbangun di tempat yang mirip dunianya. Mirip, namun tentu saja bukan.
Keterlibatan materi gelap, superposisi kuantum, perjalanan paralel, menyebabkan terjadinya kemalangan yang sinting dan pusing pada Jason. Dengan susah payah Jason mesti mencari dunia yang dikenalnya, di antara jumlah kemungkinan semesta yang tiada batasnya. Sebenarnya ini cukup mengerikan, setiap pilihan, berujung pada terbukanya pintu lain menuju semesta yang berbeda. Jason harus menghadapi ini, termasuk berhadapan dengan tersangka yang telah menyebabkan kekacauan fisika ini.
Keluarga dan kasih sayang memang menjadi topik pekat dalam cerita ini. Bagaimana usaha Jason untuk kembali. Menariknya, saya masih kepikiran tentang kemungkinan peran materi gelap dalam memungkinkan perjalanan tanpa batas ini. Satu hukum yang sama, yakni tidak ada perjalanan mundur atau maju. Semuanya di satu titik waktu yang sama, tapi meluas menjadi begitu banyak kemungkinan. Bila pilihan ini yang diambil, maka kemungkinan ini yang akan terjadi. Lantas bagaimana dengan pilihan pilihan lain ?
Teori ketidaktigadimensian memang mencengangkan, menarik, sekaligus membuat ngeri. Otak melindungi kita terhadap banjir informasi mengenai situasi dimensi keempat dan dimensi kelima. Dalam buku ini, pertahanan otak itu dinonaktifkan, sehingga akses dimensi keempat dan kelima menjadi mungkin, perjalanan ke dunia paralel yang banyak itu juga tidak mustahil. Seperti angan-angan para ilmuan, segala kemungkinan saat ini, bisa diakses seolah dengan membuka pintu pintu berjumlah tak berhingga.
Namun, elemen ilmiahnya memang masih kurang greget bagi saya. Usaha penulis untuk menghadirkan kemustahilan yang kita kenal menjadi hal yang mungkin, memang cukup berkesan. Akan tetapi, saya merasa seolah begitu mudah, dibalik semua kerumitan itu. Padahal saya yakin, jika disodorkan buku sains tentang DARK MATTER yang sebenarnya, otak saya cuma akan menangkap amat sedikit remah-remahnya. Fisika adalah materi pelajaran yang tidak terlalu bersahabat bagi saya.
DARK MATTER karya Blake Crouch ini cukup layak baca, dari segi romansa, dari segi fiksi ilmiahnya mungkin kurang cukup bagi scifi-nerds, tetapi buku ini lumayan memberikan kesegaran di antara berbagai banjir karya bertema distopia utopia dan selipan romantisme aksi dan sebagainya. Fast-paced, nggak bikin ngantuk, dan cukup membuat penasaran sebelum ditamatkan.
Lalu, bila saya di semesta paralel lain memilih untuk tidak membaca buku ini, saya bakal ngapain ya ?
Sederhana saja, paling tetap membaca, bisa Donal Bebek, Paman Gober, atau tumpukan komik jepang, jiahahahahah. Membacanya sih tetap yah.
Adios ^^
Sebagai pembaca yang mengaku lumayan memfavoritkan ranah fiksi ilmiah, saya awalnya tidak berniat membaca buku berjudul DARK MATTER oleh Blake Crouch yang baru diterbitkan edisi Indonesianya bulan kemarin. Namun, rekomendasi dari Mbak Gigit dan Mommy Selvi (agak histerikal), membuat saya melipir membaca kisah stand alone ini.
Lantas, ikut histerikal juga ?
Well, sayangnya saya tidak histeris, meskipun empat bintang penuh saya berikan untuk buku ini. Secara kebetulan, saya telah membaca buku-buku bertema dunia paralel (bisa dilihat di sini), ngaku-ngaku Padawan, dan lagi menantikan buku terakhir dari seri Penjelajah Antariksa bikinan Eyang Djokolelono. Kosmologi memang menarik. Kemahaluasannya, ketidakterbatasannya, segala misteri dan tanda tanya, membuat saya merasa hanya bagai sebutir quark dalam inti atom hidrogen penyusun seliter air (jadi haus, maaf nulis ini pas lagi panas terik), sesuai yang saya ungkapkan dalam curhatan tentang KOSMOS - nya Carl Sagan yang amat menggugah itu (di sini nih).
DARK MATTER mengisahkan tentang kehidupan seorang dosen fisika bernama Jason Deesen yang seketika berubah drastis. Jason yang mengubur mimpi-mimpi masa mudanya mengenai fisika kuantum, keterlibatan materi gelap, dan kemungkinan penjelajahan dunia paralel, nyatanya memilih hidup bahagia sederhana bersama istrinya, Daniella dan putranya, Charlie. Konflik dimulai ketika Jason diculik dan tidak sadarkan diri, lantas terbangun di tempat yang mirip dunianya. Mirip, namun tentu saja bukan.
edisi terjemahan oleh Noura |
Keluarga dan kasih sayang memang menjadi topik pekat dalam cerita ini. Bagaimana usaha Jason untuk kembali. Menariknya, saya masih kepikiran tentang kemungkinan peran materi gelap dalam memungkinkan perjalanan tanpa batas ini. Satu hukum yang sama, yakni tidak ada perjalanan mundur atau maju. Semuanya di satu titik waktu yang sama, tapi meluas menjadi begitu banyak kemungkinan. Bila pilihan ini yang diambil, maka kemungkinan ini yang akan terjadi. Lantas bagaimana dengan pilihan pilihan lain ?
Teori ketidaktigadimensian memang mencengangkan, menarik, sekaligus membuat ngeri. Otak melindungi kita terhadap banjir informasi mengenai situasi dimensi keempat dan dimensi kelima. Dalam buku ini, pertahanan otak itu dinonaktifkan, sehingga akses dimensi keempat dan kelima menjadi mungkin, perjalanan ke dunia paralel yang banyak itu juga tidak mustahil. Seperti angan-angan para ilmuan, segala kemungkinan saat ini, bisa diakses seolah dengan membuka pintu pintu berjumlah tak berhingga.
Namun, elemen ilmiahnya memang masih kurang greget bagi saya. Usaha penulis untuk menghadirkan kemustahilan yang kita kenal menjadi hal yang mungkin, memang cukup berkesan. Akan tetapi, saya merasa seolah begitu mudah, dibalik semua kerumitan itu. Padahal saya yakin, jika disodorkan buku sains tentang DARK MATTER yang sebenarnya, otak saya cuma akan menangkap amat sedikit remah-remahnya. Fisika adalah materi pelajaran yang tidak terlalu bersahabat bagi saya.
DARK MATTER karya Blake Crouch ini cukup layak baca, dari segi romansa, dari segi fiksi ilmiahnya mungkin kurang cukup bagi scifi-nerds, tetapi buku ini lumayan memberikan kesegaran di antara berbagai banjir karya bertema distopia utopia dan selipan romantisme aksi dan sebagainya. Fast-paced, nggak bikin ngantuk, dan cukup membuat penasaran sebelum ditamatkan.
Lalu, bila saya di semesta paralel lain memilih untuk tidak membaca buku ini, saya bakal ngapain ya ?
Sederhana saja, paling tetap membaca, bisa Donal Bebek, Paman Gober, atau tumpukan komik jepang, jiahahahahah. Membacanya sih tetap yah.
Adios ^^
“I’ve always known, on a purely intellectual level, that our
separateness and isolation are an illusion. We’re all made of the same
thing—the blown-out pieces of matter formed in the fires of dead stars.”
- Blake Crouch -
No comments:
Post a Comment