November 5, 2017

(Masih) Masalah Keluarga Tingkat Kosmik

“My name is Magnus Chase. It was an annoying name to have. People tended to spell in Mangus, rhymes with Angus. I always corrected them: No, it's Magnus, rhymes with swagness. At which point they would stare at me blankly. I’m sixteen years old. This is the story of how my life went downhill after I got myself killed.
- Magnus Chase -



Sepertinya belakangan porsi kisah mitologi terkenal mulai bergeser ke Nordik. Tidak dapat dipungkiri, kehebohan franchise Thor dan kelakuannya membuat awam mulai melirik kepada kekacauan dalam mitologi yang tidak sepopuler Yunani, Romawi, atau Mesir ini. Namun percayalah, Nordik dan mitologinya tetap saja berurusan dengan masalah keluarga. Yang jelas-jelas diselesaikan dengan menggunakan sesedikit mungkin kecerdasan, berujung kepada suatu jenis hari akhir yang kita sebut sebagai Ragnarok.

Penulis favorit saya, bernama Rick Riordan, memang memiliki reputasi untuk mengolah mitologi menjadi suatu bentuk petualangan gilang gemilang penuh tawa yang jelas membuat pembaca ketagihan. Jangan disebut sudah berapa banyak jumlah bukunya. Mulai dari petualangan awal Percy Jackson, demigod Putra Poseidon, sampai yang terbaru adalah dicampakkannya Apollo tercinta ke dunia fana. Kali ini saya tidak akan membahas hiruk pikuk Yunani-Romawi. Jelas seperti gambar pohon kehidupan Yggdrasil di atas, kita akan melipir ke kekacauan mitologi Nordik ala om Rick.

Magnus Chase, cowok pirang kumal menggelandang tiba-tiba tiwas dan ternyata harus berurusan dengan dunia 'lain'. Dan dunia lain ini tidak main-main. ASGARD, adalah sebuah semesta tempat tinggal para dewa-dewi Nordik yang hidup berleha-leha dengan kesibukan masing-masing. Dijemput seorang valkyrie bernama Samirah Al-Abbas, Magnus dipaksa berlatih dan mati berulag kali sampai bosan banget di Valhalla, semacam hotel tak biasa yang berisi ribuan einherjar. Magnus masuk ke dalam golongan ini, dan terpaksa menemukan jati diri sebagai anak dari Frey, seorang dewa cinta damai, ahli menyembuhkan, dan tak suka bikin ribut.

Magnus tinggal di lantai 19, berkenalan dengan teman-teman baru, yakni Mallory Keen - gadis berbahaya yang jago berantem, verbal maupun nonverbal, Halfborn Gunderson - pria besar dengan kekuatan besar, Thomas Jefferson Jr (TJ) - si periang dan super positif, disusul nanti kedatangan einherji  lain bernama Alex Fierro (ini di buku kedua). Jadi apa yang menarik dari trilogi MAGNUS CHASE AND THE GODS OF ASGARD ini ?

Saya tidak akan membahas rinci satu-satu buku, karena jelas akan susah payah menahan tawa. Jadi pada umumnya, Magnus adalah cowok nyinyir yang ogah repot. Magnus nggak punya keinginan untuk jadi pahlawan, menyelamatkan dunia, aksi heroik, unjuk keberanian, apalah gitu. Magnus adalah Hufflepuff sejati yang lebih suka duduk santai ngunyah falaffel. Namun seperti biasa, masalah keluarga dewata di silsilah Nordik yang amburadul ini, memaksa Magnus untuk terlibat. Para dewa dewi ini nyaris tak ada gunanya, hobi mencari orang lain untuk menyelesaikan masalah yang tak mereka selesaikan.

Buku pertama, edisi terjemahan oleh Nourabooks

Masalah para Asgardians ini seputar perebutan kekuasaan dan perselisihan keluarga. Yah, Loki, sang dewa tipu muslihat, merasa perlu memicu kiamat untuk balas dendam dan bersenang-senang. Sebenarnya Loki sudah ditawan dengan cukup barbar di suatu tempat yang dijaga oleh ular berbisa. Namun, namanya juga dewa, yang jelas-jelas licik, 'kesadaran' Loki bisa bekerja dan memanipulasi siapa saja yang dia kehendaki. Di buku pertama, Loki berharap serigala peliharaannya, bernama Fenris bisa bebas dan mengacaukan Asgard. Dan dengan sialnya Magnus ketiban urusan menghentikan Loki, sambil berusaha akrab dengan pedang wasiat Frey, Summarbrander atau pedang musim panas atau kita kenal sebagai Jack. Jack adalah pedang paling nyinyir narsistik sekosmik dan membuat emosi. Magnus sayangnya harus pasrah menghabiskan hari-hari bersama Jack dan berusaha mencegah kekacauan di sembilan dunia. Jangan tanya saya dewa dewi nya kemana, mungkin sibuk maraton serial tipi (ini pekerjaan Thor).

Buku kedua, edisi terjemahan oleh Nourabooks

Magnus sebenarnya ogah membereskan yang beginian. Mending mati aja dengan tenang. Namun karena pada dasarnya si unyu ini adalah cowok baik, jadi mau tak mau Magnus ikut serta. Dibantu oleh Samirah (Sam), geng di lantai 19, plus Hearthstone (peri penyihir tunarungu nan rapuh) dan Blitzen (kurcaci fashionista). Dalam buku kedua, Magnus kembali merangsek entah kemana untuk mencari palu Thor yang hilang. Bodoh banget emang si dewa guntur. Sangat mudah ditipu, emosian pula. Misi yang jelas-jelas menyebalkan, dan kalau gagal, bisa memicu perang dengan para raksasa. Asyik banget ya.

Buku ketiga, edisi terjemahan oleh Nourabooks

Nantinya di buku ketiga, Magnus dan geng mesti berlayar naik kapal norak warisan Frey, dalam rangka menuntaskan urusan Ragnarok. Magnus mesti menantang Loki untuk saling menghina. Secara harfiah, saling menghina sampai mati. Sungguh luar biasa.

Jadi apa yang membuat saya begitu histerikal dengan si cowok ini ?

Magnus Chase adalah peacekeeper. Tipikal yang memang malas konflik tapi sial karena selalu terlibat. Magnus hobi membaca, hobi makan enak, dan tidak mau repot, tidak perlu sombong, dan nggak merasa ingin untuk membuktikan diri. Menariknya, hal inilah yang menjadi kualitas dari si pirang ini. Dan dia cocok diumpankan oleh para Asgardians untuk menyelesaikan masalah.

Dalam trilogi ini, tidak bijaksana bila mengharapkan petualangannya akan epik seperti kisah-kisah bikinan om Rick lainnya. Trilogi ini justru menyuguhkan apa yang berada di luar kebiasaan kisah heroik. Dalam petualangannya, si om berusaha 'mendidik' pembacanya untuk menerima berbagai keanekaragaman yang tersebar di dunia fana ini (Midgard). Sam adalah muslimah taat. Alex adalah seorang gender fluid, TJ adalah mantan budak kulit hitam dan menjadi tentara konfederasi semasa hidup, Hearthstone disabilitas, dan banyak isu-isu sensitif yang diungkit si om dalam cara yang kocak dan anehnya hangat. Magnus mengaku ateis, sedangkan sahabatnya Sam sangat solehah. Petualangan geng Magnus dalam usaha menunda Ragnarok ini justru mengajarkan pembaca untuk belajar melihat manusia sebagai manusia, makhluk sebagai makhluk, yang berbagi hak dan kewajiban setara, apapun pilihan dalam hidup mereka. Ini sangat mencerahkan.

Level kelucuan dan kelakuan nyeleneh Magnus membuat saya mengusap rahang karena kebanyakan ketawa. Jelas saya juga harus mengapresiasi penerjemah edisi Indonesianya, plus editor dan penerbit yang mampu menghadirkan lawakan receh Magnus dan teman-teman. Bacaan yang memperbaiki, yang menghangatkan, dan jelas menginspirasi.

Ragnarok adalah sebuah siklus, semua yang hidup pasti mati. Alam semesta pasti berakhir. Dalam kisahnya ini, sepertinya Magnus harus berusaha menyelesaikan masalah keluarga dewata dalam menunda siklus Ragnarok ini. Menyebalkan memang. Urusan Odin, urusan Loki, kaum Raksasa, Peri, lalu entah apa lagi dalam sembilan dunia yang harus diurus. Harus ada tagihan yang mereka lunasi pada Magnus dan kawan-kawan.

Percampuran kultur, tren pop dalam penggambaran dunia masa kini, kompleksitas alam semesta, menjadi poin menarik yang jelas membuat kisah ini bukan hanya jenis kisah heroik tipikal. Dengan cara yang menyenangkan, kita akan diajak berpikir untuk lebih 'menghargai', bahkan termasuk nyanyian sumbang Jack sekalipun. Berbeda nggak mesti berantem kan. Magnus mengajarkan itu. Dan jelas ini adalah pesan yang baik.

Jadi, entah anda demigod, penyihir, naga, einherjar, hobbit, peri, vampir, manusia fana, atau sekedar makhluk hormonal, yuk baca kisah ini. Menghibur sudah pasti, tentu saja menghangatkan, dan jelas berisi. ^^

P.S : adakah hubungan dengan para demigod sebelumnya dalam kisah ini ? Hahahaha, baca aja, yang jelas Magnus mesti ketemu Apollo atau Leo Valdez, dunia bakal tertawa terbahak-bahak.


“Somebody once told me that a hero's bravery has to be unplanned - a genuine response to a crisis. It has to come from the heart, without any thought of reward.” 
- Rick Riordan -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...