June 29, 2018

Dari Bumi Menatap Bulan, Matahari, dan Bintang Sembari Menantikan Datangnya Komet


“...In the parallel universe the laws of physics are suspended. What goes up does not necessarily come down, a body at rest does not tend to stay at rest and not every action can be counted on to provoke an equal and opposite reaction. Time, 'too, is different. It may run in circles, flow backward, skip about from now to then. The very arrangement of molecules is fluid: Tables can be clocks, faces, flowers...”
- Susanna Kaysen -

connecting dots, connected universes

Saya adalah satu di antara sekian banyak pembaca nyinyir yang suka suuzon sama karya bikinan anak bangsa. Tidak dapat saya pungkiri, dari awal bisa membaca saja saya lebih dulu kenal kepada silsilah kehidupan keluarga besar Donal Bebek bikinan Walt Disney yang jelas-jelas impor. Pengalaman dengan karya lokal yang sesuai selera tentunya adalah karya jadul novelis angkatan Pujangga Baru dan Lupus. Untuk genre besar bacaan favorit saya, yakni fantasi, saya berkiblat ke novel terjemahan maupun berbahasa asing. Maka dari itulah, amat sulit bersikap objektif terhadap novel fantasi bikinan penulis lokal. Bisa pada beberapa kasus misalnya seri PENJELAJAH ANTARIKSA-nya eyang Djokolelono atau seri SUPERNOVA-nya mbak Dee Lestari yang berada pada ranah fiksi ilmiah (ini dan ini curhatannya).

Salah seorang partner in crime saya, sebut saja namanya Ray/Rayi/Panda/Gondrong/Gendut adalah pecinta sastra Indonesia yang baik. Beliau mengidolakan penulis yang cukup aktif baik dalam berkarya maupun bersosial media (lengkap dengan kontroversinya) bernama Darwis Tere Liye. Saya tidak tertarik dengan karya-karya beliau, meskipun si Panda pernah merekomendasikan beberapa. Hingga akhirnya om Tere menyerempet ke ranah fantasi dengan menelurkan novel berjudul BUMI, beberapa tahun silam.

Out of curiousity karena sinopsis di sampul belakang buku yang menarik, saya akhirnya mencicip novel BUMI tersebut. Dan ternyata saya cukup appreciate. BUMI hadir dalam kisah yang cukup familiar dengan keterkaitan antara dunia kita dengan dunia paralel yang banyak di luar sana. Menghadirkan tokoh abege es em a cewek bernama Raib yang bisa menghilang ditemani oleh sahabatnya Seli dan Ali. Mereka lalu bertualang di beraneka semesta paralel untuk pada akhirnya berhadapan dengan sang penjahat, si Tanpa Mahkota.

Bumi oleh Gramedia Pustaka Utama


BUMI memiliki kisah yang menarik sebagai awal misteri petualangan ini. Tentunya saya lanjut ke buku berikutnya, BULAN (2), MATAHARI (3), BINTANG (4), CEROS & BATOZAR (4.5), dan KOMET (5). Dengan jumlah yang banyak ini om Tere mengusung petualangan di zona bacaan middle grade, dengan menyelipkan berbagai isu kekinian dan humor receh anak muda.

Mau masuk ke poin nyinyiran ?
Sebagai Potterhead luar dalam, kesan 'tidak mengejutkan','bisa ditebak', 'eh kok mirip ya', menghampiri saya begitu kuat selama mengikuti seri ini. Dalam talkshownya di kota saya tempo hari, om Tere memang mengakui bahwa beliau banyak terinspirasi dari karya-karya asing, mulai dari Doraemon, Harry Potter, Marvel Cinematic Universe, hingga berbagai sumber lain. Menjadi penulis harus banyak membaca. Om Tere mengaku bahwa beliau membaca sudah sekitar 2000 judul buku. Dan ini tidak mengherankan, karena reading is a must bagi penulis yang baik.

Bulan oleh Gramedia Pustaka Utama


Kesulitannya adalah saya secara sok juga mengakui bahwa saya sudah cukup banyak membaca novel fantasi. Mau tidak mau, ingin tidak ingin, saya secara otomatis menarik berbagai kesamaan yang muncul dalam seri Bumi ini terhadap berbagai buku yang sudah saya baca. Parallel universe bukan topik baru, malah ini adalah idola dalam ranah fiksi ilmiah. Ditambah lagi berbagai printilan lain yang membuat saya tidak bisa jadi objektif untuk menilai kisah ini, pun begitu yang dirasakan rekan-rekan penikmat novel fantasi lain. Well, agaknya memang akan sulit untuk sekedar menikmati kisah ini tanpa banyak cincong.

Plot holes, kemudahan-kemudahan, plot twists, beredarnya Gary Stu dan Mary Stu dimana-mana, serta kebetulan-kebetulan yang sepertinya dipaksakan cukup membuat jengah. Lantas mengapa saya masih lanjut membaca ? Ya untungnya rasa penasarannya itu masih bersisa, tapi entahlah pasca KOMET ya..bisa jadi saya sudah mulai lelah.

Matahari oleh Gramedia Pustaka Utama


Sisi positifnya, seri ini cukup fast paced dan baik bagi pembaca pemula. Baik tentunya bagi abege-abege di luar sana daripada sibuk buang-buang kuota buat kenirfaedahan sosial media dan aplikasi-aplikasi sampahnya. Seri BUMI ini cukup membantu memberikan kontribusi bacaan tidak mainstream bagi generasi Z kita. Ini penting, karena membaca masih saja dianggap sebagai hobi yang tidak keren dan aneh. Duh, sungguh kasihan bagi yang belum tau betapa berwarna-warninya kehidupan seorang bookfreak yang penuh gelora. 

Rekomendasi ?
Erm, tergantung ya. Sekali lagi mungkin ini agak sulit bagi pembaca gaek model saya. Maaf sekali lagi bukan mau sombong, tapi saya udah terlalu larut dalam ide-ide yang hadir di bacaan saya yang lain. Baca BUMI keinget INTERWORLD-nya Gaiman, BULAN keinget THE HUNGER GAMES versi baik budi dengan ada printilan nyangkut ke Potter universe (can't help it, i'm a hardcore Potterhead, I know exactly the tiny details or the biggest ones, like who is Gellert Grindelwald, or what number is Harry's vault in Gringotts), MATAHARI berasa ada masuk TUNNELS SERIES-nya Gordon&Williams dan JOURNEY TO THE CENTER OF THE EARTH-nya Verne, BINTANG juga begitu (ampe lupa kepikiran novel yang mana), CEROS&BATOZAR ingat Sirius Black - Alastor Moody, dan KOMET malah keingetan ABARAT-nya Clive Barker. Nah, problematis kan ?! 

Bintang oleh Gramedia Pustaka Utama


Nothing is new under the sun. Saya harus mengakui itu, sekalian mengapresiasi cara penulisan om Tere yang menarik dan cukup rapih (meskipun beliau memakai co author di CEROS&BATOZAR dan KOMET). Namun menurut saya masih kurang smooth, Sorry not sorry, beginilah 'keganjilan' yang saya hadapi selama membaca dan menuntaskan seri ini. Tidak jelek, tapi yah, anda akan mengerti dari berparagraf-paragraf curhatan di atas.

Masih ada lanjutannya kisah ini ke KOMET MINOR. Tapi ya itu, saya belum tau akan lanjut membaca atau tidak. Yang jelas saya cukup salut dengan usaha sang penulis sekaligus hasil karya dari pendesain sampul buku yang memang benar-benar cakep dan berkarakter. Om Tere cukup berhasil meningkatkan minat baca kaum muda (iya saya udah tua) untuk mencoba keseruan novel fantasi dan kroninya (fiksi ilmiah dalam hal ini). Mari kita lihat sejauh mana kisah ini akan bertahan. ^^

Ceros & Batozar oleh Gramedia Pustaka Utama

Komet oleh Gramedia Pustaka Utama

PS : Cover lama buku tidak se-collectible yang baru. Jelas strategi marketing-nya sukses ini.


“...Apa pun yang terlihat, boleh jadi tidak seperti yang kita lihat. Apa pun yang hilang, tidak selalu lenyap seperti yang kita duga. Ada banyak sekali jawaban dari tempat-tempat yang hilang...”
- Tere Liye -


2 comments:

  1. Untuk penulis Indonesia yang menulis sci-fi, menurut saya ini emang sangat bagus, dan banyak masuk pengetahuan-pengetahuan berharga. Tapi dari segi keseluruhan, aku kok kayak kurang puas gitu ya sama endingnya, dan sama keseluruhan ceritanya. Ditambah lagi, ada spinoff yang kurasa emang nggak penting-penting amat untuk di buat, seperti ratu calista, dan si putih. Mengapa baru di sebut sekarang coba? Kan manjang-manjangin, hadeuh.

    ReplyDelete
  2. ahaha, emang terkesan dipanjang-panjangin gitu kak

    ReplyDelete

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...