August 30, 2018

Tersesat

"...not all who wander are lost..."
- JRR Tolkien -



Saya sangat takut tersesat, malangnya saya adalah orang yang lemot dalam hal menghapal jalan sederhana atau peta atau petunjuk arah. Memang senaas itu. Tersesat adalah bentuk musibah yang sedapat mungkin saya hindari. Meskipun mau tidak mau saya sering tersesat lalu panik.

Beberapa bulan lalu, Akong Shandy, tetua geng admin mengirimkan kepada saya beberapa bukunya om Stephen King yang sudah cukup langka. Salah satunya adalah THE GIRL WHO LOVED TOM GORDON. Buku setebal 300an halaman ini akhirnya saya bawa merantau ke ibukota dan berhasil saya selesaikan berhari-hari yang lalu.


Patricia 'Trisha' McFarland adalah gadis berusia 9 tahun yang sedang melewati jalan setapak menembus hutan bersama ibu dan abangnya. Ketika dua orang tersebut sedang ribut perang mulut masalah keluarga dan lainnya, Trisha merasa amat diabaikan, bahkan seolah dianggap tidak ada. Hingga Trisha melipir ke pohon setempat, keluar dari jalan setapak untuk buang air kecil, eh abis itu langsung tersesat dan ga nemu jalan.

Mengerikannya, ibu dan abang Trisha butuh waktu cukup lama untuk sadar bahwa mereka kehilangan seorang manusia. Sibuk dengan perdebatan tentang kondisi broken home yang mesti dijalani keluarga ini. Dan Trisha akhirnya mesti melanglang buana berkeliaran sendirian dalam hutan.

Hutan ya hutan. Alam bebas. Sedikit banyak novel ini mengingatkan saya pada film JUNGLE yang dibintangi Daniel Alan Radcliffe di akhir 2017 lalu (sudah dicurhatkan di sini), di mana tidak ada setan, hantu, monster, yang ada hanya dehidrasi, paranoia, delirium, dan semua kondisi yang terjadi akibat ketiadaan asupan kalori dan air, ketiadaan kenyamanan standar buatan manusia. Hanya hutan dan isinya.

Trisha bertahan di usianya yang masih sangat muda dengan segenap tekad dalam halusinasi tumpang tindih. Tom Gordon yang dimaksudkan dalam judul ini adalah seorang atlit bisbol idola Trisha. Tom Gordon muncul dalam halusinasi Trisha, memberi arahan dan dukungan. Meskipun situasi makin memburuk dan membuat Trisha semakin menderita.

Diterbitkan oleh GPU

Kengerian dan perasaan seolah-olah diawasi membuat perjalanan Trisha semakin pelik. Tidak ada unsur supranatural apapun dalam kisah ini. Ketahanan mental dan fisik manusia pada kondisi ekstrim lah yang menentukan. Karena pada dasarnya masalah psikiatri dapat muncul akibat urusan kadar glukosa, elektrolit, hormon, yang saling bersilangan dalam sirkulasi otak. Ajaib memang.

Saya tidak mau dan tidak bisa membayangkan kalau jadi Trisha. Tersesat di jalan ramai penuh orang saja saya sudah tak keruan. Apalagi di hutan. Entah bagaimana caranya akan menemukan jalan. Amit-amit banget.

Bagaimana nasib Trisha kemudian ?
Nah, mari baca saja bukunya. Kendalanya mungkin sudah langka ya. Tapi jelas saya subjektif. Ini bikinan om King, dan saya tidak dikecewakan. Tetap menjerat dan bikin perasaan jadi tidak enak. Namun tetap saja masih mencari buku-buku bikinan beliau. Memang sudah biasa disiksa. ^^


PS : kalau tersesatnya berdua, mungkin kepanikan saya akan jauh lebih berkurang *eaak mencret.



“...The world is a worst case scenario and I'm afraid that all you sense is true...”
- Stephen King -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...