February 26, 2020

Who Will Remain Standing?

“...Both of us victims of the same twentieth-century plague. Not the Black Death, this time; the Gray Life...”
- Aldous Huxley -



2020 diawali dengan kepanikan massal di seluruh dunia akibat munculnya strain virus flu baru yang menyebut dirinya sebagai korona virus. Saat ini nama resminya adalah COVID-19 menurut WHO. Sampai tulisan ini ditulis, COVID-19, jumlah kasus terkonfirmasi adalah 80239 kasus, menewaskan 2670 orang, dan menyerang hampir seluruh benua (WHO-CDC per 25 Februari 2020). COVID-19 menjadi momok yang menakutkan umat karena kemampuannya bertransmisi lewat udara dan menimbulkan radang paru akut fatal. Manusia pun dihantam ketakutan dan kewaspadaan akan bencana ini. Akankah ini menjadi upaya pengurangan populasi seperti jentikan jari om Thanos?

Di tengah keributan ini, saya malah tergoda untuk membaca novel paling tebal dari seluruh karya lejen dari oom Stephen King berjudul THE STAND. Novel dengan tebal 1440 halaman versi uncut ini aslinya terbit tahun 1978, lalu dicetak ulang sekian kali, dan saya beruntung mendapatkannya dalam midnight sale di salah satu toko buku impor di ibukota. Saya yang punya kewajiban tambahan selama libur semester ini berupaya beringsut-ingsut menyelesaikan novel ini. Setelah 3 minggu, saya dengan lega menutup halaman terakhir.

THE STAND menceritakan situasi kehidupan umat manusia segera setelah wabah flu mengerikan memusnahkan 99% populasi. Makjleb merinding banget. Di bagian awal buku, kita dibawa pada ketegangan dalam kesederhanaan penyebaran si virus yang disebut Captain Trips ini. Berawal dari laboratorium rahasia pemerintah Amerika, sampai ke kota-kota di sekitarnya, hingga keseluruhan benua. Total chaos nya nggak main-main. Kepanikan, kegilaan, gelimpangan. Penuturan deskriptif om King seperti biasa sukses besar menghadirkan suasana penyap ngeri yang merayap dalam benak pembaca. Kripi nggilani.

Lalu bagaimana dengan 1% populasi yang tersisa? Mengapa mereka kebal dan bisa tidak tewas?

1% untuk ukuran populasi penduduk AS di tahun 1990an mencapai 1 juta jiwa lebih. Nah, dengan terperinci lagi, si om memaparkan apa yang terjadi pada sekian persen dari 1% itu. Ada yang tewas karena penyebab non-virus. Selogis mungkin lah. Jadi semakin nyata dan mencekam. 

Mengambil berbagai lokasi di Amerika Serikat dari berbagai sudut pandang manusianya, hadirlah tokoh-tokoh yang bertahan hidup. Acak. Nggak tau kenapa mereka bisa bertahan. Ada lansia, anak-anak, abege, dewasa muda, dewasa tua, ibu hamil, penjahat, penyandang disabilitas, keterbelakangan mental, pecandu narkoba, dan orang-orang biasa lainnya. Mereka kemudian ditarik oleh dua kekuatan berbeda yang akan menentukan mau dibawa kemana kehidupan ini selanjutnya.

Mother Abagail, lansia berusia 108 tahun muncul dalam mimpi-mimpi beraneka penyintas virus dengan tujuan berkumpul di Nebraska, menggalang kekuatan untuk menghentikan ancaman baru. Ancaman dari pria misterius berkostum hitam bernama Randal Flagg. Randal Flagg ini adalah penjahat/penyihir/utusan gelap yang beredar di banyak kisah fantasi kelam bikinan om King dengan banyak nama samaran. Mulai dari THE EYES OF THE DRAGON, hingga menjadi buruan utama Roland Deschain-Sang Gunslinger dalam saga epik THE DARK TOWER.

Stu Redman, Fran Goldsmith, Glen Bateman, Nick Andros, Tom Cullen, Larry, dan entah beberapa ratus orang lainnya disatukan oleh Mother Abagail. Sedangkan Lyodd, Trashcan-Man, dan rombongan lainnya pergi ke barat di bawah panji-panji Randal Flagg. Akankah terjadi pertempuran dahsyat yang menghabiskan semua manusia yang tersisa?

ini yang saya punya


Menegakkan kembali tatanan masyarakat, melawan PTSD, menentukan pemimpin, mengesampingkan ego, dan segala macam masalah manusiawi lainnya menjadi highlights utama dalam paruh kedua buku ini. Bikin bete dan jengkel dan jengah, tapi ya realistis gimana gitu. Di tengah upaya tertatih-tatih ini, panggilan tak terhindarkan untuk melawan bahaya yang lebih besar hadir dalam wujud Randal Flagg dan kroninya. Dan bukan tanpa konsekuensi mematikan.

THE STAND adalah novel paska apokaliptik yang kompleks. Bukan kisah survival sederhana. Saya sempat emosi berat karena tokoh favorit saya ditewaskan begitu saja. Pengorbanan yang duh gimana ya. Membaca kisah ini butuh waktu, selain karena ketebalannya, tetapi juga karena beragam sudut pandang yang hadir. Puncak kisah yang tak terduga, peran penting ratusan tokoh di dalamnya (seekor anjing pun berperan), bahkan akhir yang tidak murni bahagia dengan pesan sederhana: akankah manusia belajar dari kegilaan ini?

Kita harus bersiap terhadap segala kemungkinan. Dan masing-masing kita punya peranan, entah di bagian terang atau bagian gelap. Semua berurusan dengan pilihan.

Recommended? Bagi fans si om, ya jelas lah ya. Apalagi kalau dah baca novel-novel beliau yang lain, jadi ngeh. Bahkan cerpen THE CHILDREN OF THE CORN pun terserimpet. Nggak heran, namanya juga semesta om King.

I challenge you to read this one!
Enak buat diobrolin panjang-panjang.
Seri TV nya juga sedang dalam produksi, pas lah yaaa..


“...Show me a man or a woman alone and I'll show you a saint. Give me two and they'll fall in love. Give me three and they'll invent the charming thing we call 'society'. Give me four and they'll build a pyramid. Give me five and they'll make one an outcast. Give me six and they'll reinvent prejudice. Give me seven and in seven years they'll reinvent warfare. Man may have been made in the image of God, but human society was made in the image of His opposite number, and is always trying to get back home...”
- Stephen King -

2 comments:

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...