January 16, 2020

Villains Rule Themselves

“...Everybody is special. Everybody. Everybody is a hero, a lover, a fool, a villain. Everybody. Everybody has their story to tell...”
- Alan Moore -



Sebagai pecinta buku penggemar diskonan, saya sulit sekali menolak iming-iming diskon perbukuan yang disodorkan oleh seorang serigala penggoda buku yang hadir dengan konsisten dan tepat sasaran. Berhubung saya suka dengan seri lain bikinan penulis ini, tak pelak saya tergoyahkan untuk memiliki seri VILLAINS edisi terjemahan oleh VE Schwab yang karyanya baru saya baca beberapa waktu lalu (curhatannya ada di sini). Gramedia Pustaka Utama cukup konsisten menghadirkan kedua buku lengkap seri ini sehingga tiada sebal dan sulit untuk dibabat berkesinambungan, desain sampulnya juga bagus layak koleksi.

VILLAINS ini penjahat gitu ya?


Jadi begini pemirsa, di semesta alternatif yang biasa-biasa saja, dua orang cowok kuliahan yang pinternya keterlaluan bernama Victor Vale dan Eliot Cardale melakukan eksperimen gila berhubungan dengan tugas akhir masing-masing sebagai mahasiswa pra-kedokteran di Universitas Lockland. Victor meneliti soal hormon adrenalin, sedangkan Eli meneliti manusia-manusia dengan kemampuan 'super' yang sepertinya punya riwayat mati suri atau lolos mencengangkan dari cengkeraman kematian.

Victor dan Eli membawa eksperimen mereka lebih jauh, menjadikan diri mereka sendiri sebagai subyek uji coba. Dan yah, hal ini menyebabkan terjadinya malapetaka yang mengorbankan nyawa orang lain sekaligus merusak persahabatan mereka. Singkat kisah, Victor dipenjara, Eli menjadi pahlawan. Terkurung 10 tahun dalam ketenangan mencekam dinding sel, Victor mulai menyusun rencana pembalasan.

Pada buku pertamanya, VICIOUS (PENGKHIANATAN), kita diajak mengikuti upaya balas dendam Victor. Takdir kemudian menghadirkan Sidney dan Mitch sebagai rekan satu tim yang menjadi 'keluarga' baru Victor. Sementara Eli berkedok pahlawan memburu manusia-manusia berkekuatan (Luar Biasa-LB) untuk dihabisi sebagai upaya memperbaiki alam dan melawan segala sesuatu yang mengingkari kematian. 

Edisi terjemahan bahasa Indonesia oleh GPU

VICIOUS hadir dalam alur bolak-balik, dan saya akui meskipun tebalnya tidak seberapa (sekitar 400an halaman), saya butuh waktu lebih lama dari biasa untuk mengumpulkan mood dan mendapatkan vibe kisah ini. Rancang bangun dunianya tidak terlalu rapih, sehingga kita seolah-olah meraba dalam kegelapan. Khusus untuk cerita beraroma 'superhero' ini, patokan rancang bangun dunia yang oke menurut saya itu ada di seri RECKONERS-nya Brandon Sanderson (di sini bisa diintip blurb histerikalnya). Lewat setengah buku baru kisah ini menjadi lebih menarik, dan tentunya ada harga yang harus dibayar untuk setiap pembalasan dendam.

VENGEFUL (PEMBALASAN) lebih renyah dan menyebalkan. Mengambil latar hampir lima tahun setelah peristiwa di VICIOUS, kita justru berkenalan dengan Marcella Riggins, tokoh wanita pintar lain yang juga punya kemampuan 'super'. Niat Marcella cuma satu, kekuasaan total. Awal buku dihabiskan dengan menjelajah masa lalu Marcella dan melihat bagaimana situasi keluarga janggal Victor-Sydney-Mitch dalam menjalani kehidupan. Marcella adalah masalah besar, namun masalah lain muncul dalam bentuk organisasi rahasia pemerintah yang dikepalai Detektif Steel. Organisasi ini menahan Eli dan memanfaatkan kemampuannya sekaligus mencari manusia LB lain untuk diteliti.

Edisi terjemahan oleh GPU

Marcella membangun kekuasaan dengan memanfaatkan LB lain. Tokoh menarik di sini menurut saya justru seorang LB bernama June yang punya motif oportunis sendiri. Sayangnya latar belakang June tidak dijelaskan dengan baik, seolah muncul dan hilang begitu saja. VENGEFUL fokus pada pertarungan final (lagi) antara Victor-Eli yang ada keterlibatan Marcella di dalamnya. 

VILLAINS adalah seri yang cukup menarik, meskipun ada beberapa kekurangan dalam kisahnya. Selain itu seri ini cukup 'berbahaya' karena banyak darah dan penyiksaan plus konten seksual yang sebaiknya ditujukan bagi pembaca dewasa yang lebih bijak. Kemelut Victor dan Eli terasa seperti kisah keributan ala Prof Charles Xavier dan Magneto yang ga kelar-kelar tapi dalam versi rated R.

Poin menarik dalam seri VILLAINS ini justru soal keabu-abuannya. Tidak ada yang benar-benar baik atau benar-benar jahat di kisah ini. Hanya beda persepsi dan beda kepentingan. Saya pun tidak tau mau memihak siapa, saya malah lebih simpati pada Mitch yang manusia biasa, tokoh sampingan seperti Dominic Rusher, dan cukup terkesan akan misteri kehadiran June. Victor, Eli, dan Marcella memang luar biasa secara kekuatan dan kecerdasan, tetapi mereka punya pertimbangan masing-masing yang dapat menggoda pemikiran orang-orang.

Apresiasi saya berikan kepada Gramedia Pustaka Utama yang berani menerjemahkan seri ini dan seri SHADES OF MAGIC nya VE Schwab. Terjemahannya cukup enak. Bukan perkara mudah saya rasa. Akan tetapi, menurut pendapat saya dan beberapa kilas kesan pesan rekan-rekan perbukuan yang telah membaca seri ini, sebaiknya memang ada satu buku lagi untuk melengkapi pertanyaan pembaca. Eksplorasi kisah yang tidak hanya berpusat pada Victor dan Eli mungkin akan lebih menarik. Saya punya pertanyaan sendiri. Siapa June dan kemanakah dia akhirnya? Bagaimanakah jalan nasib Mitch dan Sydney? 

Seri ini saya rekomendasikan bagi anda penggemar kisah super yang menyukai kebaikan dan kejahatan yang tidak absolut. Keabu-abuannya menarik dan mungkin menyadarkan kita akan sisi gelap terang yang kita miliki. Tidak ada absolutisme. Batas penjahat dan pahlawan memang kabur. Yang jelas, dalam kisah ini kita tahu bahwa mereka menjalankan aturan main masing-masing dalam memandang kehidupan. Tidak ingin didoktrinasi.


“...Plenty of humans were monstrous, and plenty of monsters knew how to play at being human...”
- VE Schwab -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...