January 5, 2020

Magic Opens the Doors

“...But the thing about people, is that they didn't really want to know. They thought they did, but knowing only made them miserable...”
- Kell Maresh -



Penghujung tahun 2019 dan awal 2020 memberikan saya waktu lagi untuk membaca novel fantasi. Tidak mau banyak ribet, saya memilih dari tumpukan di meja kosan dan melihat ada trilogi dengan sampul ciamik yang minta dilirik. Trilogi SHADES OF MAGIC karya VE Schwab mulai penghujung 2019 menjadi pilihan saya kali ini.

Jadi bagaimana kesannya setelah menyelesaikan trilogi ini?



Senang dan lega. SHADES OF MAGIC adalah seri yang membawa saya kembali kepada rasa novel fantasi dengan dasar 'sihir' yang cukup kuat. Setelah melihat daftar buku yang telah dibaca selama 2019, saya lebih sering membaca novel klasik, thriller, bahkan realistic fiction. Kerinduan terhadap genre 'sihir'  terobati dengan hadirnya jalinan kata dalam kisah pelik ini.

Trilogi SHADES OF MAGIC menghadirkan hawa familiar yang menggugah. Buku pertamanya, A DARKER SHADE OF MAGIC menampilkan rancang bangun dunia sihir yang terbagi dalam empat London berbeda. Red London yang penuh kemagisan, Grey London yang seperti dunia muggle saja, White London yang kejam, dan Black London yang misterius dan terkesan lenyap. Keempat London ini terkunci satu sama lain, dan hanya satu kaum yang bisa menjelajah keempatnya. Kaum yang disebut ANTARI, kebetulan cuma tinggal dua orang. Kell Maresh dari Red London dan Holland dari White London. Kell dan Holand bertugas mengantarkan pesan dari masing-masing penguasa London. Semacam menjaga hubungan bilateral ala semesta paralel.

A DARKER SHADE OF MAGIC memaparkan suasana yang mengingatkan saya pada NEVERWHERE-nya om Neil Gaiman, JONATHAN STRANGE & MR NORRELL-nya Susanna Clarke, dan MAGIC THIEF SERIES-nya Sarah Prineas (wajib baca ini semuanya loh ya...). Saya dibawa kembali pada pesona-pesona magis dunianya. Meskipun masalah politik dan kekuasaan mulai menyusup pelan mengancam dalam buku ini. Kejutan hadir dalam wujud seorang gadis pencuri bernama Delilah Bard (Lila) yang mencuri artefak langka peninggalan Black London dari Kell saat berkunjung ke Grey London. Dari sinilah petaka dimulai.

Penguasa White London, si kembar Athos dan Astrid Dane tidak puas dengan keterbatasan negerinya. Mengutus Holland, mereka melancarkan perang magis untuk membobol akses ke Red London. Kell menjadi bulan-bulanan. Kell adalah ANTARI Red London yang merupakan anak angkat dari Raja Maxim Maresh dan Ratu Emira Maresh. Saudara Kell, putra mahkota, Rhy Maresh, adalah pangeran kesepian yang sayang banget sama Kell tapi hobinya bikin onar meskipun dia jago komunikasi dan rajin belajar strategi politik kekuasaan. Rhy yang jadi sasaran si kembar Dane. Dan ini menarik takdir Lila ikut serta, terbawa oleh Kell dan dibuntuti Holland. Buku pertama diakhiri dengan harga mahal yang harus dibayar Kell untuk keselamatan saudaranya dan keamanan Red London

A GATHERING OF SHADOWS adalah buku yang melelahkan secara emosional. Tantangan terbesar menyelesaikan trilogi SHADES OF MAGIC adalah buku kedua ini. Kita dibawa menyusuri kisah petualangan Lila di kapal bajak laut, bersama kapten Alucard Emery. Selain itu, konflik politik dan ketidakpercayaan tumbuh di kerajaan Arnes sebagai pusat utama Red London. Turnamen sihir satu lawan satu dalam nama Essen Tasch pun hadir di jantung kota, menjadi ajang pameran kekuasaan dan dansa politik yang pekat. Buku kedua ini membuat saya terpikat dengan kehadiran Alucard Emery yang kharismatik, sangat seduktif. Namun, saya kembali pada Kell yang sangat disiksa fisik mental di buku ini. Kell seperti tawanan dalam sangkar emas. Seolah hanya dibutuhkan, bukan diinginkan. Bagian-bagian yang menceritakan kondisi Kell sungguh menyakitkan sampai bikin meneteskan air mata. Rhy pun sama sedihnya. Gini amat memang kalau urusan kekuasaan keknya.

Puncak konflik di buku kedua justru hadir di bagian akhir buku. Kita dibikin stres berat karena buku kedua berakhir dengan Rhy yang sekarat, Kell yang diculik, dan Lila yang ngos-ngosan mau menyelamatkan keadaan. Untunglah udah punya buku pamungkasnya. Langsung tinggal buka A CONJURING OF LIGHT deh.

Ini edisi Titan Books, cakep ya..perhatiin deh empat lingkaran di bawahnya, itu representatif kisah di dalam buku

A CONJURING OF LIGHT sangat penuh aksi di awal, tenang di tengah, bikin stres di akhir. Saya tidak mau banyak berkisah soal buku ketiga ini. Takut spoiler. Yang jelas pamungkasnya ini mampu menutup keseluruhan cerita dan memberikan resolusi bagi tokoh-tokohnya. Semacam happy ending yang cukup melegakan. Meskipun pengorbanannya cukup gila-gilaan.

Seri SHADES OF MAGIC menyuguhkan sihir yang brutal, banyak darah, gelimpangan mayit, konten seksual implisit maupun eksplisit, konten LGBTQ, dan kecarut marutan politik kekuasaan yang cukup ramai. Oleh karena itu seri ini sebaiknya memang ditujukan pada pembaca dewasa atau pembaca yang punya pencernaan aksara dan tautan pikiran yang lebih bijak.  Saya cukup mengapresiasi keberanian penerbit Gramedia Pustaka Utama yang telah menelurkan edisi terjemahan dari seri ini (baru dua buku, sila ditunggu sampai tuntas), mengingat aspek kontroversial yang terselip dalam kisahnya. Pesan umum tetap sama, magic always comes with a price.

Recommended?
Strongly recommended. Terutama bagi penikmat novel fantasi yang butuh kembali merasakan kemagisan dunia sihir. VE Schwab berhasil menjadi penulis yang buku-bukunya akan saya pertimbangkan untuk masuk ke dalam lemari dan diobrolkan di kalangan perbukuan. Selamat, saya jadi harus baca seri yang lain (bukan main, timbunan masi banyak pun).

Well, reading is a pleasure.


"...Anoshe was a word for strangers in the street, and lovers between meetings, for parents and children, friends and family. It softened the blow of leaving. Eased the strain of parting. A careful nod to the certainty of today, the mystery of tomorrow. When a friend left, with little chance of seeing home, they said anoshe. When a loved one was dying, they said anoshe. When corpses were burned, bodies given back to the earth and souls to the stream, those left grieving said anoshe.

Anoshe brought solace. And hope. And the strength to let go..."
- VE Schwab -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...