"...this is not about blood, or love..this is about treason..."
Sekitar setahun yang lalu saya membaca buku pertama berjudul REBEL OF THE SANDS karya Alwyn Hamilton (sudah saya bahas di sini ). Lalu April 2017 ini buku keduanya muncul dengan judul TRAITOR TO THE THRONE. Jelas Hamilton sudah menaikkan level ceritanya dalam kisah pemberontakan dan nuansa koboi di padang pasir ala Arabian Nights dalam alternate universe-nya sendiri.
TRAITOR TO THE THRONE melanjutkan kisah pasca kesuksesan perebutan kota Fahali oleh rombongan Pangeran Ahmed Al-Oman bin Izman, dimana tokoh utama kita - si Blue Eyed Bandit - Amani Al-Hiza ikut bergabung. Kesuksesan mereka di Fahali ini memicu gonjang-ganjing lanjutan di kota selanjutnya, Saramotai. Kota penuh legenda dan mitos yang berurusan dengan First Immortals dan berbagai kegaiban lainnya.
Perlu diketahui, Pangeran Ahmed memimpin pemberontakan untuk menumbangkan kekuasaan Sultan Oman, pemilik seluruh Kerajaan Miraji, yang terkenal dingin, kejam, dan diktator. Sultan Oman adalah ayah kandung Pangeran Ahmed sendiri. Ahmed dan dua orang saudaranya, yakni Aljinahd Al-Oman bin Izman (Jin) dan Delila Al-Oman bin Izman (Delila), selama ini hidup dalam pengasingan karena mereka diancam untuk dibunuh oleh sang Sultan, ayah mereka sendiri. Sultan Oman terkenal memiliki banyak keturunan, dari berbagai istri. Ahmed dan Delila memiliki ibunda yang sama, sedangkan ibunda dari Jin adalah keturunan suku Xichia dari luar negeri Mirajin (Sultannya memang maruk, maklum aja lah ya).
Ini bukunya, edisi asli terbitan Faber & Faber |
Yang menjadi menarik adalah Amani terlibat dalam pemberontakan ini sebagai tokoh sentral. Jumlah tokoh dalam cerita ini banyak sekali. Epik dan menyenangkan. Tidak seperti genre Young Adult yang biasanya, kemagisan padang pasir yang lebih identik dengan keromantisan, malah bukan jadi jualan utama cerita ini. Dalam TRAITOR TO THE THRONE, kita dibuat ragu, harus memihak siapa, harus memilih kekuasaan siapa, masing-masing pihak punya alasannya sendiri. Sultan Oman sebagai tokoh antagonis dalam cerita ini pun memikat dengan caranya sendiri. Sultan Oman ini justru terlihat lembut, namun sangat kejam, realistis dan amat pintar, bukan musuh yang dengan gampang bisa ditumbangkan. Saya sempat meragu ketika membaca deskripsi keinginan dan kemunculan strategi sang Sultan, cerdasnya sulit dilawan.
Menahan diri untuk tidak mengungkapkan kelebihan spoiler dalam cerita ini, saya akan menyatakan bahwa kisah ini jauh lebih epik dari yang saya duga. Keterlibatan rombongan Djinni mahakuat dalam kisahnya, kekuatan-kekuatan magis, ditunjang keterlibatan teknologi, bahkan pengkhianatan yang tidak diduga, serta konsekuensi dari setiap tindakan begitu nyata dan tidak gampangan. Elemen romansa yang ada di antara tokoh-tokohnya (silakan tebak sendiri), tipis saja, terasa pas dan tidak memaksa. Justru malah bikin kisahnya jadi enak.
TRAITOR TO THE THRONE memiliki ending yang cliffhanger dan bikin kesal. Memang akhir dari buku ini tidak bisa dihindari, tidak bisa digampangkan dengan sekedar mantra gaib, namun agak tertohok juga karena disodorkan dengan gamblangnya. Heuu, mesti menunggu tahun depan untuk buku ketiganya.
Dan bagi yang hobi fangirling, dalam cerita ini pangerannya banyaaakk. HAHAHAHAHA. Lumayan buat histerikal, Ahmed - the Rebel Prince, Jin - the Foreign Prince, Sam - the Prince of Thief, dan Rahim - the Commander. Dan jelas para pangeran ini punya kualitas masing-masing yang bikin pembaca geregetan. Sultan Oman pun, villain utamanya, punya kharisma sendiri, yang agak susah ditolak. Hehehehehe.
Terakhir, adakah penerbit Indonesia yang mau menerjemahkan seri ini ???
"...I give a damn about you and this place...then you are gone...I swear I would have torn this desert apart looking for you..."
- Aljinahd -
No comments:
Post a Comment