November 1, 2018

Rhapsody of Pain

"...I love the fact that I can make people happy, in any form. Even if it's just an hour of their lives, if I can make them feel lucky or make them feel good, or bring a smile to a sour face, that to me is worthwhile..."
- Farroukh Bulsara (Freddie Mercury) -

Bohemian Rhapsody 2018


Sebagai orang yang sok-sok menjadi penikmat dunia perfilman masa kini, saya mau tidak mau cukup menanti-nantikan sebuah biopic dari salah satu grup musik legendaris dunia, Queen. Saya bukan fans berat Queen, tetapi saya cukup familier dengan lagu-lagu bikinan bapak-bapak ini (old soul, young heart, saya gitu sih -- ditabok sendal). Lagu-lagu Queen ini adalah semacam anthem yang tidak lekang oleh waktu dan memberikan banyak kontribusi dalam dunia musik internasional. Nah, seperti biasanya lagi, vokalis grup musik adalah sosok yang akan menjadi perhatian, terlebih lagi sosok Freddie Mercury, vokalis Queen yang telah berpulang lebih dari dua dekade lalu.

Film berjudul BOHEMIAN RHAPSODY bukanlah film musikal, tetapi musik adalah nyawa dalam film ini. Saat menontonnya, mau tidak mau pemirsa akan bernyanyi mengikuti alunan lagu-lagu legendaris dan larut dalam hingar bingar keajaiban dunia hiburan, seolah kita berada dalam konser-konser hits-nya Queen dan merasakan atmosfir gegap gempita yang serupa.


Lantas apakah BOHEMIAN RHAPSODY hanya sekedar lagu-lagu Queen semata ?

Perjalanan hidup seorang Freddie Mercury yang kontroversial diungkapkan dalam film ini. Nama aslinya, latar belakang keluarga, hingga masalah identitas seksual dan AIDS yang dideritanya. Kepedihan dan ruang gelap dunia hiburan menyeruak ke permukaan, membuat penonton cukup bergidik dan merasa sedih (atau mungkin ini saya saja yang lebai). Freddie orang baik, teman-teman seQueen-nya juga luar biasa baiknya (Brian May, John Deacon, dan Roger Taylor), namun keterombang-ambingan jiwa menarik Freddie ke dalam pitfalls kelam pekat yang menjadi penyebab utama tertular infeksi HIV.

Saya berkali-kali meneteskan airmata. Cengeng memang. Penuturan urusan keluarga, urusan teman, urusan kekasih yang perih. Freddie punya kekasih wanita bernama Mary yang menemani dan memahami dirinya sedari awal. Namun Mary tau, Freddie punya masalah, yang bukan sepenuhnya salah Freddie. Sebesar apapun sayangnya Mary, masalah homoseksualitas Freddie akan tetap menjadi ganjalan. Untuk sesuatu dan lain hal, saya somehow merasa sedikit related dengan perasaan Mary. We fall in love with the people who we can't have.

Saya tidak mau meribut soal urusan seksualitas ini. Saya bukan nabi. Akan tetapi, dari sudut pandang profesi saya sebagai dokter, Freddie adalah pasien. Freddie adalah pasien yang mengalami depresi, kecemasan, gangguan identitas yang mestinya dibantu untuk sembuh. Freddie jelas tenggelam dalam kesalahan pergaulan yang berisiko, tidak sepatutnya dibenarkan. AIDS adalah penyakit yang menyerang sistem imun dan melumpuhkan penderitanya sehingga sekedar pilek saja bisa rawat inap. Dan perlu diketahui, penyimpangan seksual menjadi salah satu jalur terbesar penularan penyakit ini selain narkoba suntik. Fenomena gunung es di antara kekurangpahaman orang-orang yang berteriak soal hak asasi. Suka-suka saya mau ngapain, sama siapa, seberapa sering, selangkangan bukan urusan publik. Namun, pernahkah memegang pasien AIDS ? Menunggui mereka sampai menjemput ajal sementara tiada keluarga atau teman yang mau mengurusi atau sekedar menganggap mereka ada ? Menyatakan kepada seorang istri bahwa suaminya terinfeksi ? Menyatakan kepada pasien bahwa sakitnya disebabkan oleh HIV bukan hanya diare kronik biasa ? Melihat dengan mata kepala sendiri orang-orang yang dikenal tewas karena AIDS yang diawali oleh penyimpangan seksual ? Jika belum, tolong jangan ajak saya berdebat, hati saya cukup tersakiti.

BOHEMIAN RHAPSODY mengusung isu pelik kehidupan dalam kacamata cukup berbeda. Kejujuran Freddie dan kebaikan hati keluarganya (yang membuat saya kangen mama papa), serta teman-teman yang sebenarnya mau 'menerima' dan menampilkan performa terbaik dari Queen yang mampu menyentuh hati banyak orang. Dan nyatanya, Queen berhasil.

Perasaan sendiri dalam keramaian dirasakan Freddie. Kesendirian dan keterasingan memang mengerikan. It eats you alive. Tetapi bukankah sejatinya kita akan mempertanggungjawabkan semuanya sendirian di mata Sang Pencipta ? 

BOHEMIAN RHAPSODY adalah salah satu film terbaik di sepanjang tahun 2018 dalam kacamata ecek-eceknya saya. Akting pemainnya luar biasa. Salut untuk Rami Malek yang berhasil menghadirkan sosok Freddie di layar lebar, ditambah sederet aktor dan aktris lainnya yang tidak kalah baiknya. Namun perlu sedikit kebijaksanaan dalam menonton film ini dan mengambil nilai-nilai di dalamnya. Wajib diingat, film ini untuk 17 tahun ke atas, jangan ikut-ikutan kurang berotak dengan membawa anak-anak atau siapapun di bawah umur hanya karena trend. Pikirkan, bersikaplah manusiawi.

Terakhir, saya baru tau kalau membuat lagu se-epik Bohemian Rhapsody itu butuh keanehan dan keabsurdan yang rinci dengan makna masing-masing dalam lirik anehnya. Tak heran lagunya tahan lama.

Sekian. Kalau merasa terganggu, jangan ngajak ribut, pe er saya belum kelar. Terima kasih.

PS: Tokoh Miami juga patut diidolakan.^^

The actors and their resemblances with Queen members

"... Mama, life had just begun, but now I've gone and thrown it all away...
Mama, didn't mean to make you cry, if I'm not back again this time tomorrow..
Carry on, carry on as if nothing really matters...."

- Queen (Bohemian Rhapsody-1975) -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...