July 17, 2017

BANANAAAAA... !!! FREEDOM... !!!

"... the closer you look..the less you see..."
 
 
 
Menghadapi reading slump semingguan adalah suatu kondisi yang menyebalkan. Bagaimana tidak, timbunan masih begajulan berserakan, eh diri ini malah kehilangan hasrat membaca. Ditunjang kondisi diri yang sedang kurang energi, maka dari itu penghiburan beralih ke tontonan menghibur di layar lebar maupun di televisi.

Nah sesuai gambar besarnya (dengan backsound FREEDOM oleh Pharrell Williams), saya mau curhat nyinyir soal pilem menghibur berjudul DESPICABLE ME 3 (dan tiga pilem lain). Seperti biasa, para minions ini masih lucu menggemaskan, ditambah kelakuan Gru yang bertemu saudara kembarnya, Dru. Bersama mereka harus menghadapi si penjahat lawak bernama Balthazar Bratt yang eksis dengan kejahatan artistiknya. Sebenarnya saya cukup kzl dan zbl, karena DESPICABLE ME 3 harusnya tayang sejak 30 Juni 2017, namun digeser oleh kemunculan pilem nasional yang banyak sehabis lebaran (auk deh bete). Nasionalisme saya dalam hal perfilman memang minus, dengan berbagai alasan yang tidak usah diungkapkan, nanti bisa menuai emosi khalayak.

 
DESPICABLE ME 3 yang berdurasi hanya 89 menit benar-benar menawarkan hiburan gelak tawa sampai rahang sakit. Sejenis pilem yang tidak perlu dipikirin amat, menyenangkan dan memang bikin mood membaik selama menonton dan selepas pilemnya kelar. Kalau kata orang-orang sih lebih kurang nendang dibanding pilem pendahulunya. Tapi saya yang tujuannya cuma buat have fun, cukup dibuat ngakak sampai berairmata dengan tontonan ini. Musiknya pun banyak lagu-lagu hits lama yang familiar dan membahagiakan. Keikhlasan saya menonton ini cukup saya apresiasi, sementara menariknya saat menonton ini di layar lebar bersama kolega, justru banyak penonton usia dewasa, yang mana para abege sibuk nonton pilem cinta atau horor, dan anak-anak entah diajak orang tuanya nonton pilem apa. Selera memang sudah berbeda.




 
Sebelum DESPICABLE ME 3, saya juga diajak geng kalap nagare (sebutan untuk kolaborasi antara mas Ulil, mbak Renni, plus saya dalam kebiasaan belanja di kedai buku mbak Nagare), nonton SPIDERMAN : HOMECOMING, sebuah versi pilem manusia laba-laba terbaru, kerjasama antara Sony dan Marvel. Berbeda dengan pilem pendahulunya, Peter Parker, sang manusia laba-laba di pilem ini, semacam dimentori oleh Tony Stark, si Iron Man. Sebelumnya Peter Parker sudah muncul di pilem CAPTAIN AMERICA : CIVIL WAR, di tahun 2016 lalu, di tim Stark tentunya.

Saya cukup tau soal Spiderman, meskipun ga paham soal pahlawan super yang lain (nonton pilem superhero tergantung yang main, ganteng atau sesuai selera saya nggak, gitu sih). Karena pilem Spiderman ini sering diputer di tipi. Spiderman jaman Tobey Maguire yang tokoh perempuannya ga guna. Spiderman jaman Andrew Garfield yang baperan banget, lalu muncullah Spiderman abege yang diperankan oleh Tom Holland, dengan level kenyinyiran luar biasa. Kalau boleh saya menilai, pilem SPIDERMAN : HOMECOMING ini adalah pilem Spiderman paling bagus dan menyenangkan. Dibandingkan pendahulunya, pilem Spiderman terbaru ini lebih 'kekinian'. Nontonnya juga ga perlu mikir banyak. Dan tokoh gadis-gadisnya berotak semua, ga perlu teriak-teriak minta diselamatkan terus. Belum lagi tokoh bibi May yang bikin cowok-cowok naksir. Ampun bener.


Sejujurnya saya memang tidak menyukai Tony Stark, namun ya syukurlah, pilem SPIDERMAN ini cukup menghibur dan tidak mengecewakan, apalagi bagi saya yang bukan fans. Dan seperti khas pilem Marvel, ada dua post credit scene yang layak dinantikan. Konflik yang nggak ribet antara Peter Parker yang ingin membuktikan diri dan kualifikasinya supaya bisa masuk AVENGERS, ditambah konflik kisah kasih abege yang tidak lebai dan iyuh membuat pilem ini layak ditonton. Kehadiran Michael Keaton sebagai tokoh villain-nya pun cukup menghibur. Si om masi keren aja sih, meskipun sudah tua. Lebih suka beliau daripada si Tony Stark. (omong-omong saya baru tau kalau om Keaton ternyata pernah jadi Batman di masa lalu). Pilem ini cukup direkomendasikan, baik bagi fans superhero atau bukan. Masih tayang kok dimana-mana.

Selain acara menonton di layar lebar, hadirnya layanan tipi kabel di rumah membuat saya bisa nonton berbagai pilem yang tidak bisa saya saksikan pemutarannya di bioskop. Ada dua pilem yang cukup berkesan, yakni NOW YOU SEE ME 2 dan THE MAN WHO KNEW INFINITY.

NOW YOU SEE ME 2 adalah sekuel dari NOW YOU SEE ME, sebuah pilem sulap keren-aksi-kriminal, yang cukup seru dan menghibur. Di NOW YOU SEE ME 2 yang tayang 2016 lalu, para pesulap (Horsemen) menuai karma karena tindakan mereka di pilem sebelumnya. Daniel Atlas - Jack Wilder - Merrit McKinnon - Dylan Shrike (si Hayley ga muncul di pilem ini) dipermalukan dan diekspos oleh seorang sosiopat berbahaya bernama Walter Mabry. Aksi mereka yang super keren digagalkan dan mereka, termasuk seorang pesulap wanita bernama Lula May (horsemen baru), diculik dan dipaksa melakukan misi berbahaya.

Dalam NOW YOU SEE ME 2 ini saya cukup bahagia karena bisa bertemu kembali dengan Daniel Radcliffe yang mengambil peran Walter Mabry, sang sosiopat. Aura Harry Potternya ga berasa di pilem ini. Meskipun saya menilai masih kurang psiko, tapi cukuplah membuat kangen. Belum lagi Mark Ruffalo (Dylan Shrike), meskipun udah om-om, tetep aja ngegemesin. Pilem kedua ini mungkin tidak semengagetkan pilem pendahulunya, tapi saya tetap amaze dengan trik sulapnya, terutama adegan pencurian chip dan pembalikan air hujan. Jenis yang bisa bikin eyegasm. Sayang aja ga nonton di layar lebar.



Nah, selanjutnya saya akan curhat tentang THE MAN WHO KNEW INFINITY, yang dibintangi oleh Dev Patel, aktor india yang naik daun setelah pilem SLUMDOG MILLIONAIRE merajai Oscar beberapa tahun lalu. Berlatar di jaman World War I, pilem ini berkisah tentang matematikawan jenius bernama Srinivasa Ramanujan. Berdasarkan kisah nyata, pilem ini mengangkat perjuangan Ramanujan dalam membuktikan suatu pemecahan persamaan matematika yang rumit. Masalah rasisme, kesombongan intelektual, isu perang dan kemanusiaan, hingga hakikat ketuhanan, mewarnai pilem berat menyentuh ini.

THE MAN WHO KNEW INFINITY mengingatkan saya pada pilem THE IMITATION GAME tentang ilmuan Alan Turing yang berhasil menciptakan dasar-dasar komputer yang kita pergunakan sekarang (sudah dicurhatkan di sini). Dalam perjuangannya, Srinivasa Ramanujan harus menghadapi berbagai cobaan baik fisik maupun mental di Universitas Cambridge. Dibantu oleh matematikawan senior, G.H. Hardy, Ramanujan mampu membuktikan eksistensinya. Meskipun usaha dan kerja kerasnya ini baru dihargai dengan semestinya setelah Ramanujan tiada. Sungguh miris dan sedih. Satu dekade kemudian, temuan Ramanujan (saya sejatinya tidak mengerti soal persamaan matematika ini), dipakai untuk memperkirakan karakteristik lubang hitam dan benda-benda angkasa lainnya.
 

Kualitas akting Dev Patel memang tidak perlu diragukan. Saya yang nonton pilem ini tumben-tumbennya bareng Papa yang jarang nonton, dibuat haru dan kagum sekaligus. Tipikal pilem yang menyadarkan kita bahwa kebenaran bisa datang dari mana saja, hanya manusia kadang terlalu egois dan arogan untuk mengakuinya.

Baiklah, sepertinya sudah kepanjangan. Semoga curhatan ini bisa menghibur saya sendiri dan memberikan sedikit pencerahan bagi yang bingung mau nonton apa. Sebenarnya saya menuh-menuhin blog aja, daripada ga ada yang ditulis. Jiahahahaha.
Doakan semoga periode reading slump ini segera berakhir.

"... great knowledge comes from the humblest origins ..."
- Srinivasa Ramanujan -
"... we are merely explorers of infinity in the pursuit of absolute perfection... but who are we, questioning God ? "
- G.H.Hardy -

No comments:

Post a Comment

The Long Conversation With You

  “The worst part of holding the memories is not the pain. It's the loneliness of it..." - Lois Lowry Hi Mas, it's been a while...