“...Maybe everybody in the whole damn world is scared of each other...”
- John Steinbeck -
Sebagai pembaca dengan tumpukan TBR (to be read) alias timbunan ga kelar-kelar, tetap saja saya memiliki kecenderungan untuk membaca buku lain di luar timbunan, yang tentu saja diperoleh dengan kekhilafan membeli di toko buku. Percayalah, nggak ada yang namanya 'sekedar melihat-lihat' ketika sudah menginjakkan kaki di toko buku. Ada perasaan bersalah bila tidak membeli salah satu. Para buku itu seolah memanggil dengan tegas : BUY US ! Dan biasanya berakhir dengan kepatuhan saya : YES MASTER !
Kali ini saya malah membeli dua buku tipis cetak ulang dari dua kisah klasik terkenal : TIME MACHINE karya HG Wells dan OF MICE AND MEN karya John Steinbeck. Tumben bener. Bukan apa-apa sih, bukunya tipis, trus saya sedang ga minat dengan rak fantasinya (bilang aja udah punya dengan harga jauh lebih murah, banyak gaya).
So what did i get ?
Membaca buku-buku klasik adalah perjuangan tersendiri. Pengalaman saya memang tidak sebanyak masJun, sobat hedgehog pecinta klasik yang selalu bilang : kalau klasik pasti bagus. Mengapa jadi perjuangan ?
Klasik tidak menggunakan bahasa yang menggebu-gebu, tidak pamer adrenalin, tidak pamer plot ribet, sederhana, dan semacam untung-untungan untuk memperoleh edisi terjemahan yang baik. Pengalaman saya sebelumnya dengan THE WAR OF THE WORLDS nya HG Wells juga, itu membuat saya migren dengan terjemahannya, dan nyaris nggak connecting dengan cerita dari kisah fenomenal ini.
Lantas bagaimana dengan TIME MACHINE ?
Perjalanan waktu adalah topik favorit dalam ranah fiksi ilmiah. Waktu dianggap sebagai suatu ruang yang bisa dijelajahi, maju atau mundur. Adalah semacam impian gelap manusia untuk bisa kembali ke masa lalu dan mengubah sejarah, atau mengintip apa yang terjadi di masa depan. Dalam kisah yang ditulis aslinya oleh HG Wells di tahun 1895 ini, seorang Penjelajah Waktu tidak bernama mengisahkan petualangannya ke masa depan pada para koleganya. Petualangan mengerikan di tahun 802.701.
edisi terjemahan oleh Penerbit Octopus |
Bagi para tokoh yang hidup di awal tahun 1900-an, di mana terjadi ledakan intelektual di masa itu, pikiran-pikiran luar biasa mengenai ruang dan waktu berikut kemahaluasan alam semesta mungkin tentunya berharap masa depan akan sangat canggih. Kita pun yang berada di abad 21 ini berharap demikian. Masa depan, apalagi tahun 802.701. Namun yang ditemukan oleh sang Penjelajah Waktu dalam kisahnya, sungguh di luar harapan. Memang tidak ada penyakit. Namun makhluk keturunan manusia, atau manusia di jaman ini, begitu malas dan tidak melakukan apa-apa. Menyebut diri sebagai kaum Eloi yang hidup di permukaan tanah, mereka melakukan aktivitas tidak jelas. Tidak ada gairah kehidupan. Yang penting kebutuhan tercukupi, tidak ada ambisi, melayang tak tentu arah. Awalnya mungkin si Penjelajah Waktu bisa menikmati 'kesantaian' ini, kemudian dia sadar kalau dia meninggalkan mesin waktunya entah dimana. Panik menuntunnya menjelajahi markas Morlock, kaum manusia bawah tanah untuk menemukan mesin waktu dan kembali pulang.
Akhirnya si Penjelajah Waktu menemukan kebenaran mengerikan. Kaum Morlock lah yang menyuplai kebutuhan Kaum Eloi, hanya untuk menyiapkan mereka sebagai makanan. Semacam membesarkan ternak. Kaum Eloi yang tanpa ambisi sepertinya pasrah saja. Sedangkan si Penjelajah Waktu terpaksa berusaha sendiri untuk kembali ke zamannya.
Tidak ada aksi heroik lebay di kisah ini. Narasi biasa dengan sedikit dialog yang justru menuntun kita kepada pertanyaan besar : akan jadi seperti apakah kehidupan di masa mendatang ?
Maka adalah wajar kalau kisah TIME MACHINE ini menggugah pembaca di zamannya, bahkan saya yang membaca kisahnya lebih dari seabad kemudian, tetap saja merasa intriguing. Kemisterian masa depan bisa saja terjadi ke arah yang lebih buruk, mengingat apa yang sedang terjadi di masa sekarang (wajar saja om Stephen Hawking suruh kita pindah dari Bumi).
Melipir ke OF MICE AND MEN karya John Steinbeck. Bukan fantasi, bukan fiksi ilmiah (tumben). Ditulis tahun 1937, kisah ini menceritakan kehidupan dua buruh peternakan bernama George dan Lennie. George kecil dan cerdas, Lennie bodoh dan kuat. Keduanya bersahabat secara ganjil dan memiliki impian sederhana untuk memiliki peternakan sendiri, dengan kelinci dan sapi-sapi.
edisi cetak ulang oleh Gramedia Pustaka Utama |
Suatu peristiwa membuat George dan Lennie berpindah dari peternakan lamanya, mencari pekerjaan di tempat baru, dan berharap usaha keras serta impian mereka terwujud. Namun, seperti yang kita duga, kenyataan tidak seindah itu. Sesuatu dalam diri Lennie yang susah payah dilindungi dan dijaga George, nyatanya malah berujung kepada rentetan peristiwa mengerikan yang mematahkan impian tersebut.
OF MICE AND MEN membuat terperangah setelah membacanya. Dimanakah batas standar moral jika ketiadaan kecerdasan bisa membuat diperlakukan macam binatang ? Sungguh, manusia adalah makhluk yang menyeramkan. Batas kegilaan ini terasa kabur dan membuat bergidik. Apakah hakikat keberadaan kita sebenarnya ? Makan, kerja, tidur, mati ?
Kepahitan buku tipis ini cukup untuk membuat jengah. Tanpa narasi berbelit-belit, John Steinbeck mampu membuat pembaca galau dan mempertanyakan diri. Maka wajar saja buku ini jadi berpengaruh meskipun tebalnya tidak sampai 200 halaman. Pengungkapan yang jujur tentang ketidakmanusiawian manusia ini, membuat terganggu. Di jaman manapun mungkin ini terjadi, dengan bentuk dan kengerian berbeda, tapi tetap saja ada.
Akhirnya, saya terpaksa mengakui, setelah mendapat paparan klasik, akan sulit bagi saya untuk melihat karya brand new tanpa pandangan skeptis. Jujur saja, kesederhanaan dalam dua buku tipis ini secara umum membuat kedigdayaan kisah-kisah novel masa kini dengan plot berbelit, banjir adrenalin dimana-mana, aksi heroik segala rupa, seakan jadi remeh. Pastinya akan lebih sulit bagi saya untuk memilih bacaan dari penulis baru, karena standar dan kenyinyiran saya sudah naik level. Mungkin ini jugalah yang menyebabkan saya semakin selektif, dan mulai memilih karya penulis idola saja. Entahlah, maybe it's a curse or just an unexpectable gift.
Apapun itu, saya akan masih terus membaca. Setelah ini, entah buku apa yang akan saya nyinyirin. Siapa tau klasik lagi. Hehehe. We'll see. ^^
“We all have our time machines, don't we. Those that take us back are memories...And those that carry us forward, are dreams.”
- HG Wells -
No comments:
Post a Comment